Channel9.id-Jakarta. Sejumlah penelitian mendapati bahwa virus Corona SARS-CoV-2 bisa bertahan di udara dan bisa menginfeksi siapa saja. Berangkat dari fakta ini, ratusan peneliti mendesak Organisasi Kesehatan Dunia untuk (WHO) untuk mengumumkan situasi tersebut dan membuat pedoman baru dalam hadapi pandemi.
Kemudian pada Rabu (8/7), WHO memenuhi desakan tersebut. Juga, menyebut penularan melalui udara sama berbahaya dengan penularan virus di permukaan benda yang terpapar.
Sejumlah Laporan
Para peneliti di Universitas Wuhan menuturkan, SARS-CoV-2 berpotensi menular melalui aerosol berdasarkan penelitian yang dilakukan di dua rumah sakit di Wuhan, Hubei, Cina, dilansir dari Scientific American, Kamis (9/7).
Lalu, hasil penelitian yang diterbitkan di Nature menyebutkan bahwa konsentrasi RNA SARS-CoV-2 dalam aerosol terdeteksi di ruang isolasi dan ruang pasien berventilasi sangat rendah, namun lebih tinggi di area toilet yang digunakan oleh pasien.
Sementara, tingkat RNA SARS-CoV-2 di udara di sebagian besar area publik RS tidak terdeteksi, kecuali di dua area yang rawan berkerumun. Peningkatan itu diduga disebabkan oleh orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 berada kerumunan.
Temuan itu didapat berdasarkan hasil penyelidikan peneliti terhadap sifat aerodinamis dari SARS-CoV-2 dengan mengukur viral load dalam aerosol.
“Penelitian kami dan beberapa penelitian lain membuktikan keberadaan aerosol SARS-CoV-2 dan menyiratkan bahwa transmisi aerosol SARS-CoV-2 mungkin menjadi rute yang tidak dapat diabaikan dari operator yang terinfeksi ke seseorang di dekatnya,” ujar peneliti Universitas Wuhan, Ke Lan.
Sekadar informasi, aerosol merupakan partikel padat atau cair berbentuk butiran sangat kecil. Sehingga, bisa bertahan di partikel gas seperti udara, terutama di ruangan tertutup tanpa ventilasi yang baik.
Selain itu, studi Universitas Kesehatan Nebraska juga mendapat bukti kontaminasi virus di sampel udara dan permukaan di ruangan tempat pasien Covid-19 diisolasi.
“Rute penularan melalui udara sangat memungkinkan,” ujar ahli patologi dan mikrobiologi Universitas Kesehatan Nebraska, Joshua Santarpia selaku penulis studi.
Penelitian lain yang laporannya terbit di New England Journal of Medicine menunjukkan, virus SARS-CoV-2 bisa bertahan di aerosol sekitar tiga jam dan selama beberapa hari di berbagai permukaan. Namun, penelitian itu menyebut jumlah virus mengalami pengurangan secara signifikan.
Virus juga bisa menyebar bila ada orang yang terinfeksi berbicara, demikian tulis hasil laporan penelitian yang terbit di Prosiding National Academy of Sciences AS. Pasalnya, tetesan air liur yang kecil bisa bertahan di udara selama delapan menit atau lebih.
“Ada kemungkinan besar bahwa berbicara normal menyebabkan penularan virus melalui udara di lingkungan terbatas,” tulis para peneliti.
(LH)