Hukum

2 Petinggi Lembaga Survei Diperiksa KPK soal Dugaan Suap Bupati Kapuas

Channel9.id – Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua petinggi lembaga survei politik dalam kasus dugaan suap. Dua petinggi lembaga survei itu antara lain Direktur Keuangan PT Indikator Politik Indonesia Fauny Hidayat serta Direktur Keuangan PT Poltracking Indonesia Erma Yusriani.

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara. Kasus ini juga disertai penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah untuk tersangka Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat.

“Saksi hadir Diperiksa di antaranya pendalaman soal aliran uang diantaranya yang juga dipergunakan untuk pembiayaan polling survei pencalonan kepala daerah terhadap tersangka dan istrinya,” kata Kepala Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (27/6/2023).

Dua petinggi lembaga survei tersebut memang sudah masuk dalam daftar saksi yang dimintai keterangan oleh KPK.

Saksi lain yang diperiksa KPK adalah Direktur Utama PT Timbul Jaya Karya Utama, Lim Nye Hien; Direktur PT Roading Multi Makmur Indonesia atau Komisaris PT Timbul Jaya Karya Utama, Hendri.

KPK juga memeriksa Direktur CV Mentari, Marzuki Karim; Finance Hotel Intercontinental Pondok Indah, Christine; dan Sales Executive Kalawa Boulevard (PT Bersama Satmaka Cipta), Yunita dan seorang dokter bernama Niksen S Bahat.

Sebelumny, Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya, Ary Egahni Ben Bahat, ditetapkan sebagai tersangka korupsi setelah menerima aliran uang Rp 8,7 miliar. KPK menyatakan uang itu dipakai Ben Brahim untuk membayar lembaga survei hingga untuk kepentingan politik pribadi.

“Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE sejauh ini sejumlah sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar 2 lembaga tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).

Korupsi ini berawal saat Ben Brahim menjabat Bupati Kapuas selama dua periode, yaitu 2013-2018 dan 2018-2023. Lewat jabatannya itulah Ben Brahim menerima sejumlah uang dari jajaran Pemkab Kapuas hingga pihak swasta.

“Dengan jabatannya diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai satuan kerja perangkat desa (SKPD) yang ada di Pemkab Kapuas, termasuk dari beberapa pihak swasta,” ujar Johanis.

Johanis juga mengungkap peran aktif dari Ary Egahni dalam kasus yang menjerat suaminya. Ary Egahni diketahui merupakan anggota DPR RI dari Fraksi NasDem.

“AE selaku istri Bupati sekaligus anggota DPR RI juga diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan antara lain dengan memerintahkan beberapa kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah,” jelas Johanis.

Selain membayar 2 lembaga survei nasional, aliran uang korupsi itu digunakan oleh Ben Brahim dan Ary Egahni untuk kepentingan politik keduanya.

“Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB antara lain untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah,” ujar Johanis.

“Termasuk untuk keikutsertaan AE yang merupakan istri BBSB dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019,” tambahnya.

Atas perbuatannya, Ben dan Ary disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga: Simulasi 3 Nama, Prabowo Ungguli Ganjar dan Anies dalam Survei Indikator Politik

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  57  =  62