Channel9.id – Jakarta. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyatakan Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran demokrasi yang signifikan setelah reformasi bergulir selama 25 tahun.
Hal itu diungkapkan Usman dalam Diskusi Publik bertajuk “25 tahun Reformasi: Tantangan Mewujudkan Keadilan Negara Hukum” yang digelar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023).
Awalnya, ia menyampaikan bahwa lembaga-lembaga indeks demokrasi di dunia dan dalam negeri menyatakan Indonesia telah berhasil mencapai banyak perubahan politik. Contohnya, lanjut Usman, yakni amandemen konstitusi yang tidak memperbolehkan presiden menjabat lebih dari dua periode dan dibentuknya lembaga-lembaga pengawasan seperti KPK.
“Salah satu optimismenya itu sudah tercermin dalam kepercayaan yang tinggi pada KPK, sebagai lembaga yang kepercayaannya sangat tinggi karena berhasil menyeret begitu banyak penjabat publik ke penjara,” kata Usman.
“Tetapi, optimisme itu sekarang mulai redup, mulai terbenam. Ternyata di usia yang ke-25 tahun hampir seperempat abad ini, Indonesia justru mengalami kemunduran demokrasi yang signifikan,” sambungnya.
Usman menilai, kemunduran ini terlihat sejak era tahun-tahun akhir pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu tahun 2013. Ia mengatakan, saat itu, indeks demokrasi Indonesia mengalami penurunan.
“Dari tahun 2013 itu, hingga hari ini, kita belum kembali menjadi negara yang memiliki demorkasi yang sehat,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan bagaimana demokrasi mengalami kemunduran melalui tiga rangkaian. Pertama, menurutnya, yakni menyusutnya ruang kebebasan sipil, kebebasan pers, kebebasan informasi, dan kebebasan berpendapat. Kedua, melemahnya oposisi politik, terutama oposisi partai politik. Terakhir, yakni dirongrongnya integritas sistem elektoral.
Selanjutnya dari tiga rangkaian tersebut, tambah Usman, dapat dijabarkan menjadi enam bidang kemunduran demokrasi.
“Pertama adalah menyusutnya ruang kebebasan sipil akibat dari menguatnya penggunaan undang-undang yang represif, seperti KUHP, UU ITE. Kedua adalah menguatnya kembali pengrusakan kekuasaan daerah ke tangan pemerintah pusat. UU Cipta Kerja, UU Mineral dan Batu Bara, revisi kedua UU Otsus, itu adalah UU yang mengakhiri desentralisasi,” ucap Usman.
“Ketiga adalah menguatnya atau menurunnya kualitas partai politik. Keempat adalah menurunnya independensi pers akibat masih adanya monopoli dan oligarkisasi. Kelima adalah melemahnya lembaga penegak hukum, KPK. Keenam adalah menguatnya polarisasi di dalam masyarakat,” sambungnya.
Baca juga: Bambang: Kekuatan Modal Begitu Hebat Dalam Proses Demokrasi Saat Ini
HT