Channel9.id-Jakarta. Lembaga Riset dan Data Analisis bernama Sigmaphi pada Kamis, (7/08/2025) mengeluarkan riset terkait ukuran kesejahteraan, yang hasilnya cukup mengejutkan yakni bahwa sebanyak 118,73 juta atau 42,9 persen orang Indonesia hidup tidak layak pada tahun 2023.
Pengukuran ini dilakukan dengan melihat 6 aspek yakni kesehatan, pendidikan, pekerjaan, pangan, air minum, dan tempat tinggal. Kajian yang bertajuk Mengkaji Ulang Kemiskinan berdasarkan Hak Dasar (Basic Right) ini juga menunjukkan bahwa dari jumlah orang yang hidup tidak layak tersebut, rata-rata menghadapi lebih dari 1 persoalan atau lebih tepatnya sekitar 1,3 persoalan dari keenam aspek yang dianggap sebagai hak dasar.
Direktur Eksekutif Sigmaphi Indonesia Muhammad Islam menjelaskan bahwa metode penghitungan ini dapat menjadi alternatif di tengah perdebatan publik terkait dengan standar garis kemiskinan yang cukup jauh antara yang digunakan oleh Bank Dunia dengan BPS. Ia juga menjelaskan bahwa metode perhitungan berdasar Hak Dasar (Basic Right) ini juga dapat menjadi salah satu penilaian sejauh mana kehadiran negara dan pemerintah dalam memenuhi hak dasar masyarakat yang sesungguhnya juga menjadi amanat konstitusi maupun cita-cita para pendiri bangsa.
“Hal ini perlu untuk menjadi perhatian bersama karena mendekati 80 tahun perayaan kemerdekaan RI ternyata masih ada 42,9 persen penduduk yang tidak terpenuhi hak dasarnya,” paparnya.
Dari 6 aspek yang dinilai, 91 juta orang tidak terpenuhi 1 hak dasarnya, 25,2 juta orang tidak terpenuhi 2 hak dasarnya, 2,3 juta orang tidak terpenuhi 3 hak dasarnya, bahkan lebih dari 2.800 orang tidak mendapatkan 5 hak dasarnya pada tahun 2023. Artinya perlu ada pendekatan paradigma dan kebijakan untuk dapat memastikan agar seluruh masyarakat dapat memperoleh hak dasarnya yakni kesehatan, pendidikan, pekerjaan pangan, air minum dan tempat tinggal yang layak.
“Jadi kata “layak” harus digaris bawahi, karena tujuannya bukan sekadar “ada” tetapi harus “layak” sehingga masyarakat itu bukan hanya sekadar “dapat hidup” tetapi harus “hidup sejahtera” tegasnya.
Namun demikian, Sigmaphi tetap mengapresiasi karena meskipun jumlahnya orang yang hidup dengan kategori tidak layak masih sangat banyak, tetapi ada tren penurunan yakni dari 133,8 juta orang atau 50,63% pada tahun 2018, menurun menjadi 118,7 juta atau 42,9% pada tahun 2023.
“Harapannya dengan penggunaan ukuran yang lebih tepat dan sesuai dengan amanat konstitusi dapat menjadi awal agar penyusunan program dan strategi untuk mendorong kesejahteraan dapat lebih tepat sasaran, dampak peningkatan kesejahteraannya lebih permanen, serta lebih memuliakan rakyat sebagai pemegang hak dan bukan sekadar sebagai penerima bantuan,” tutupnya.
Baca juga: Filantropis Indonesia Tegaskan Dukungan untuk Pengentasan Kemiskinan