Hukum

50 Kontainer Box Plastik Barbuk Diserahkan ke Pengadilan Tipikor, Kasus Korupsi di Krakatau Steel Siap Disidangkan

Channel9.id – Jakarta. Tim Kejaksaan Agung (Kejagung) didampingi tim dari Kejari Cilegon telah melakukan pelimpahan berkas perkara terkait dugaan korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blaste Furnace (BFC) oleh PT Krakatau Steel sebesar Rp6,9 triliun pada 2011 ke Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (15/2/2023).

Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Seksi Intelejen Kejari Cilegon, Atik Ariyosa. Ia mengatakan, pelimpahan berkas perkara dilakukan pada Pukul 11.00 WIB, bertempat di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang, Kota Serang, Banten.

“Iya, telah dilaksanakan kegiatan pelimpahan perkara Tindak Pidana Korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blaste Furnace oleh PT Krakatau Steel tahun 2011, tadi jam 11.00 WIB di Pengadilan Tipikor Serang,” kata Atik.

Pelimpahan berkas perkara tersebut dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sesuai surat P-16 A dengan menyerahkan berkas perkara atas kelima terdakwa, serta barang bukti.

“Tadi diserahkan langsung oleh tim JPU sesuai surat P-16 A, dengan menyerahkan berkas perkara atas kelima terdakwa, berikut barang buktinya. Pelimpahan berkas perkara diterima oleh Panitera Muda Tipikor, Saudari Sitti Haryati di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Serang,” terang Atik.

Adapun kelima terdakwa yaitu FB, MR, HW, BP dan ASS, dan barang bukti berupa 50 kontainer box plastik.

Kelima terdakwa dalam pelimpahan berkas perkara berikut barang bukti tersebut dilakukan berdasarkan Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa (P-21) Kepala Kejaksaan Negeri Cilegon.

Kasus dugaan korupsi tersebut bermula saat PT Krakatau Steel melakukan pengadaan proyek pabrik pada 2011-2019. Pabrik tersebut akan memproduksi besi cair menggunakan bahan bakar batu bara.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana mengatakan Direksi PT Krakatau Steel pada tahun 2007 menyetujui pengadaan pembangunan pabrik dengan bahan bakar batu bara dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun.

“Nilai kontrak pembangunan pabrik dengan mekanisme terima jadi itu awalnya Rp 4,7 triliun. Namun, proyek itu membengkak hingga Rp 6,9 triliun. Kontraktor pemenang dan pelaksana yaitu MCC CERI konsorsim dengan PT Krakatau Engineering,” kata Ketut, Senin, 18 Juli 2022.

Ketut mengungkapkan, dalam pelaksanaan perencanaan, lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan diduga telah terjadi penyimpangan.

Hasil pekerjaan BFC saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan.

“Selain itu juga terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan,” ujar Ketut.

Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjelaskan, PT Kratakatu Steel pada 2007 telah menyetujui pengadaan pabrik BFC dengan kontraktor pemenang adalah MCC CERI konsorsium dan PT Krakatau Engineering, yang merupakan anak perusahaan dari PT KS.

Namun, kata dia, pengadaan tersebut dilakukan secara melawan hukum.

“Yang seharusnya MCC CERI melakukan pembangunan sekaligus pembiayaannya, namun pada kenyataannya dibiayai oleh konsorsium dalam negeri atau Himbara dengan nilai kontrak pembangunan pabrik BFC dengan sistem terima jadi sesuai dengan kontrak awal Rp 4,7 triliun hingga addendum keempat membengkak menjadi Rp 6,9 triliun,” kata Burhanddin.

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka, Ir FB selaku Direktur Utama PT Krakatau Steel periode 2007-2012, ASS selaku Deputi Direktur Proyek Strategis PT Krakatau Steel periode 2010-2012 (tahanan kota), Ir MR selaku Project Manager PT Krakatau Engineering periode 2013-2016.

Kemudian, BP selaku Direktur Utama PT Krakatau Engineering periode 2012-2015, serta HW alias RH selaku Ketua Tim Persiapan dan Implementasi Proyek Blast Furnace tahun 2011 dan General Manager Proyek PT KS periode 2013-2019.

Kelima terdakwa itu pun dituntut dengan dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-undang RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Dakwaan Subsidair Pasal 3 jo.Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

48  +    =  51