Channel9.id – Jakarta. Sebanyak 74 guru besar dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia mendesak pimpinan KPK membatalkan keputusan pemberhentian 75 pegawai KPK dengan dalih tidak memenuhi syarat (TMS) ketika menjalani Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Kelompok yang menyebut diri sebagai Guru Besar Antikorupsi ini menilai, TWK yang dijalankan untuk alih status pegawai KPK menjadi ASN itu memiliki problematika serius.
“Secara garis besar, terdapat dua isu penting yang tertuang dalam TWK itu, mulai dari pertentangan hukum sampai pada permasalahan etika publik,” kata perwakilan Guru Besar Antikorupsi, Azyumardi Azra melalui keterangan tertulis, Minggu 16 Mei 2021.
Merujuk pada empat poin yang tertuang di dalam keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 tahun 2021, pegawai-pegawai dengan status TMS diminta menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepada atasan.
Azra menyatakan, keputusan tersebut bertolak belakang dengan pemaknaan alih status. Menurutnya, hal itu sudah masuk pada ranah pemberhentian oleh pimpinan KPK. Sebab, 75 pegawai KPK yang disebutkan TMS tidak dapat lagi bekerja seperti sedia kala.
Bahkan, MK telah menegaskan di dalam putusan uji materi UU KPK bahwa proses alih status kepegawaian tidak boleh merugikan hak-hak pegawai KPK.
“Namun, aturan itu ternyata telah diabaikan begitu saja oleh pimpinan KPK dengan tetap memasukkan secara paksa konsep TWK ke dalam Peraturan KPK No 1 tahun 2021,” kata Azra.
Tak hanya itu, substansi TWK khususnya dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pegawai KPK saat menjalani wawancara mengandung nuansa irasional dan tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi.
“Dapat disimpulkan bahwa TWK ini tidak tepat jika dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara,” tegas Azra.
Apalagi, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan memiliki rekam jejak panjang dalam upaya penindakan dan pencegahan korupsi. Misalnya, dalam hal masa kerja, sejumlah pegawai KPK bahkan sudah bergabung sejak lembaga antirusuah itu berdiri sekitar 2003 lalu.
“Pada konteks lain, terdapat pula permasalahan yang tidak kalah serius. Sekian banyak pegawai yang diberhentikan terdapat para penyelidik dan penyidik. Hal ini tentu akan berimplikasi pada perkara yang sedang mereka tangani, mulai dari korupsi suap bansos di Kemensos, ekspor benih lobster, pengadaan KTP Elektronik dan suap mantan sekretaris MA,” kata Azra.
“Kami menilai bukan tidak mungkin pengusutan perkara-perkara tersebut akan melambat, dan hal ini tentu merugikan rakyat selaku korban praktis korupsi dan pemegang kedaulatan tertinggi di republik ini,” lanjut Azra.
HY