Channel9.id-Turki. Presiden Tayyip Erdogan menyebutkan kalau Turki berniat untuk membeli sistem pertahanan roket batch kedua dari Rusia, sebuah keputusan kontroversial yang dapat melebarkan perpecahan dengan salah satu anggota NATO, Amerika Serikat, Senin (27/9/2021).
Amerika menyebutkan kalau pesawat S-400s merupakan sebuah ancaman untuk pesawat tempur F-35 milik AS dan juga NATO secara luas. Turki menyebutkan kalau S-400 tidak memenuhi persyaratan pertahanan udara NATO.
“Di masa depan, tidak akan ada yang dapat mengganggu mengenai sistem pertahanan macam apa yang kita dapatkan, dari mana sistem pertahanan tersebut didapatkan dan pada tingkat berapa,” ujar Erdogan pada sebuah wawancaranya dengan CBS NEWS “Face the Nation” pada hari Minggu.
Amerika Serikat sebelumnya sudah menjatuhkan sanksi terhadap Direktorat Industri Pertahanan Turki, ketuanya, Ismail Demir, dan tiga pegawai lainnya pada bulan Desember setelah penerimaan batch pertama S-400.
Diskusi terus dilanjutkan antara Rusia dengan Turki mengenai pengiriman batch kedua yang membuat AS berulang kali mengatakan kalau hal tersebut hampir memicu dijatuhkannya sanksi kedua.
“Kami mendesak Turki pada setiap tingkat dan kesempatan untuk tidak mengambil sistem pertahanan S-400 dan untuk menahan diri dari membeli perlengkapan militer lainnya dari Rusia,” ujar juru bicara Menteri Luar Negeri AS saat ditanya mengenai komentar Erdogan.
Atas nama AS, sang juru bicara juga menyebutkan kalau AS sudah menganggap Turki sebagai temannya dan saat ini sedang mencari cara untuk memperkuat hubungannya walaupun saat ini mereka sedang berseteru.
Erdogan akan menemui Presiden Rusia Vladimir Putin di Rusia pada hari Rabu untuk mendiskusikan beragam isu termasuk kekerasan di daerah barat laut Suriah.
Erdogan juga menyebutkan kalau Presiden AS Joe Biden tak pernah membahas rekam jejak HAM Turki yang dipandang sedang bermasalah oleh kelompok pembela HAM internasional.
Saat ditanya apakan Biden membahas masalah tersebut saat pertemuan mereka di bulan Juni di Brussels, Erdogan mengatakan: “Tidak. Dan karena kita tidak mempunyai masalah apapun dalam konteks kebebasan, Turki bisa dibilang bebas,”
Turki merupakan salah satu negara yang sering menahan jurnalis, menurut data dari Committee to Protect Journalists (CPJ), dimana kelompok pengawas HAM menyebutkan kalau kepemerintahan authoritarian telah dikonsolidasikan oleh pengesahan undang-undang yang bertentangan dengan kewajiban hak asasi manusia internasional.
(RAG)