Channel9.id-Jakarta. Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa tersangka yang menghalangi penyidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013—2019. Pemeriksaan dilakukan dengan lima tersangka di tiga lokasi.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi, mengatakan total ada tujuh tersangka yang dijerat dengan Pasal 21 atau Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menurut dia, sudah ada titik terang mengungkap kasus korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013—2019. “Termasuk mengungkap pelaku intelektual yang membuat tujuh tersangka enggan memberikan keterangan,” ujarnya, Senin, 15 November 2021.
Supardi menyebutkan lima tersangka tersebut diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Ketujuh orang tersangka ini adalah IS selaku Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI periode 2016—2018. Kemudian NH, Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI periode 2017—2018, EM Kepala Kantor Wilayah Makassar LPEI 2019—2020 dan CRGS selaku Relationship Manager Divisi Unit Bisnis periode 2015—2020.
Berikutnya, AA, Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta 2016—2018 dan ML selaku Mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI serta RAR selaku Pegawai Manager Risiko PT BUS Indonesia.
Tujuh tersangka ini merupakan 10 saksi yang diperiksa dalam perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional LPEI 2013—2019 pada tanggal 2 November 2021. Namun, pada saat pemeriksaan ketujuh orang saksi tersebut tidak mau memberikan keterangan dan berupaya menghalangi penyidikan perkara hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.
Keterangan para saksi dibutuhkan untuk membuat terang tindak pidana dugaan korupsi untuk menentukan para tersangka LPEI. Untuk kepentingan penyidikan, tujuh tersangka ditahan selama 20 hari di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, terhitung mulai 2 November 2021.
Supardi mengatakan korupsi di lembaga yang kini bernama Indonesia Eximbank ini terbagi menjadi beberapa klaster. Di awal penyidikan, setidaknya ada sembilan debitur yang menerima fasilitas pembiayaan dari LPEI. Mereka adalah Grup Walet, Grup Johan Darsono, Duniatex Group, Grup Bara Jaya Uam, Grup Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima dan PT Kemilau Kemas Timur.
Penyelenggaraan pembiayaan ekspor kepada sembilan debitur diduga dilakukan LPEI tanpa melalui tata kelola yang baik. Ini berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non–performing loan (NPL) sebesar 23,39 persen. Padahal, berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, kata dia, LEPI mengalami kerugian sebesar Rp4,7 triliun.