Channel9.id – Jakarta. Kapolres Tangsel AKBP Sarly Sollu dilaporkan ke Propam Mabes Polri imbas ‘menahan’ eksekusi rumah di Tangerang Selatan. Pengacara pemohon, Swardi Aritonang, menilai AKBP Sarly melanggar kode etik profesi Polri karena menghentikan eksekusi rumah.
“Kami telah mengadukan dugaan pelanggaran kode etik ke Divisi Propam Mabes Polri sebagai pihak yang berwewenang menyelidiki, memeriksa dan memutuskan suatu dugaan pelanggaran kode etik di kepolisian. Laporan berdasar penghentian proses eksekusi perdata yang sedang berlangsung pada 9 Maret 2022 yang dilaksanakan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Pelaporan ini kami lakukan pada 18 Maret 2022,” kata Swardi dalam keterangan tertulis, Senin 28 Maret 2022.
Swardi mengatakan penghentian eksekusi tersebut berakibat kliennya saat ini belum dapat obyek tersebut sekalipun telah dilaksanakan eksekusi. Menurutnya, proses hukum eksekusi ini sia-sia kalau rumah yang telah dibeli dari kantor lelang negara ini belum bisa dimiliki.
Swardi mengaku sangat menyayangkan tindakan Sarly menghentikan proses eksekusi. Hal ini berakibat proses penyerahan rumah obyek eksekusi tertunda hingga saat ini dan belum tahu pastinya kapan.
“Saat ini PN Tangerang telah menyatakan eksekusi selesai karena secara hukum penetapan eksekusi telah dibacakan. Namun faktanya sampai saat ini, obyek eksekusi secara riil belum diterima oleh klien kami padahal sudah lebih waktu seminggu diberikan kesempatan kepada termohon tinggal sebagaimana yang diminta kapolres sehingga belum ada kepastian hukum atas hak klien kami,” tambahnya.
Menurutnya, keputusan menghentikan eksekusi itu bertentangan dengan prosedur hukum dan ketentuan perundangan-undangan. Sebab, menurutnya, penghentian eksekusi seharusnya ditetapkan oleh pengadilan.
Swardi mengungkapkan penghentian eksekusi oleh Sarly dengan pertimbangan kemanusiaan dan hati nurani adalah tidak tepat. Menurutnya, secara hukum eksekusi merupakan upaya paksa dan yang berwewenang melakukan pertimbangan-pertimbangan demikian hanya ketua pengadilan.
“Sedangkan dalam hal ini diwakili juru sita melakukan pengosongan sehingga menimbulkan polemik hukum di masyarakat hingga viral di media sosial mempertanyakan eksekusi dan tidak menunjukkan wibawa hukum. Seharusnya yang dilakukan kapolres adalah upaya pengamanan dan penegakan hukum sehingga proses eksekusi berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Sebelumnya, viral di media sosial Sarly menghentikan jalannya proses eksekusi rumah. Saat itu, ia beralasan menunda eksekusi karena penghuni rumah sedang positif COVID-19 sehingga harus menjalani isolasi mandiri.
“Eksekusinya pada hari itu sudah dilaksanakan oleh PN, tidak ada penundaan eksekusi. Saat itu kita hanya meminta untuk memberikan kesempatan kepada termohon untuk lakukan isolasi. Yang kita minta tunda saat itu pengosongan rumah dan orang karena termohon lagi isoman,” tutur Sarly.
Menurutnya, rumah tersebut sudah dikosongkan sejak dua hari lalu. Pengosongan ini juga dilakukan secara persuasif.
“Saat ini, sudah dilakukan pengosongan baik barang-barang dalam rumah dan anak-anaknya sudah di rumah kerabat keluarganya. Untuk pengosongan sudah dilaksanakan dengan persuasif yang dilakukan oleh kapolsek dan pengacara termohon beserta warga dua hari yang lalu,” jelasnya.
Perdebatan AKBP Sarly Sollu dengan pengacara ini terjadi pada Rabu (9/3). Sarly mengatakan pihaknya saat itu meminta penundaan eksekusi lantaran penghuni rumah sedang menjalani isoman.
“Kita berulang kali meminta PN menunda untuk eksekusi tapi pihak pengacara selalu ngotot untuk segera dieksekusi. Pemilik rumah ada dua orang yang lagi isoman karena COVID-19. Warga sekitar juga sudah meminta untuk ditunda tapi pihak pengacara tetap meminta PN segera eksekusi,” ucap Sarly, Kamis (10/3).
HY