Channel9.id-Jakarta. Peneliti dari Institut Teknologi Massachusetts (MIT) menemukan bahwa tanah untuk menyerap bau kotoran kucing (di cat litter) bisa menangkap metana di udara, lapor Gizmodo. Sebelumnya, mereka menempatkan tanah liat zeolit dalam larutan tembaga untuk menghasilkan senyawa yang bisa menyerap metana dan melepaskannya sebagai karbon dioksida—yakni gas rumah kaca yang tak begitu kuat.
Menurut humas MIT, Departemen Energi AS memberi tim MIT sebesar $2 juta (sekitar Rp29,3 miliar) untuk mengembangkan tanah tersebut. Nantinya tanah ini akan ditambahkan ke lubang tambang batu bara dan peternakan untuk menangkap metana, sebelum akhirnya terlalu banyak keluar ke atmosfer. Untuk diketahui, zeolit memiliki pori-pori kecil yang berperan seperti spons. Tanah liat ini cukup multifungsi. Ia bisa membantu meningkatkan retensi air di tanah, dan biasa digunakan sebagai tanah untuk pembuangan kotoran kucing.
Penelitian itu terdengar kontraproduktif karena tanah itu akan mengubah metana menjadi karbon dioksida, yang merupakan gas rumah kaca lainnya. Namun, paling tidak, karbon dioksida tak lebih kuat dari metana, yang bisa menjebak panas di atmosfer hingga 80 kali lebih kuat. Adapun pemerintah AS pada tahun lalu mengatakan bahwa pengurangan emisi metana harus menjadi prioritas utama dalam waktu dekat.
Untuk diketahui, dewasa ini, ada lebih banyak metana yang dilepaskan ke atmosfer ketimbang waktu lainnya menurut catatan sejarah. Angka-angka yang dirilis oleh Administrasi Kelautan dan Atmosfer di AS pada bulan lalu menunjukkan bahwa tingkat metana meningkat 7 bagian per miliar pada 2021. Ini peningkatan terbesar dalam setahun sejak para ilmuwan mencatatnya sejak 1980-an. Gas rumah kaca bisa berasal dari aktivitas manusia dan proyek bahan bakar fosil, seperti sumur minyak yang terbengkalai. Saat kutub mencair karena iklim yang memanas, lapisan es yang mencair juga melepaskan metana ke atmosfer.
Perihal hasil penelitian MIT sendiri belum bisa dipastikan bisa menjadi senjata ampuh untuk menyelamatkan kita dari perubahan iklim. Namun, paling tidak, zeolit cukup murah, dan larutan tembaga serta tanah liat tak perlu dipanaskan setinggi metode penyerap metana lainnya, sehingga hanya menggunakan lebih sedikit energi. Sayangnya, ini massih dalam tahap penelitian, dan kita bisa kehabisan waktu untuk memitigasi bencana iklim.
Adapun solusi yang lebih cepat dan berdampak adalah mengurangi emisi metana dengan menyumbat ribuan sumur minyak dan gas yang menghasilkan metana. Selain itu, kita perlu fokus untuk mengganti bahan bakar fosil sebelum emisi , yang sudah memecahkan rekor, benar-benar merusak Bumi. Kita membutuhkan segala bantuan untuk melawan emisi metana. Namun, kita tak bisa menunggu lagi sampai hasil penelitan dari MIT benar-benar berfungsi signifikan.