Channel9.id-Jakarta. Indonesia dirugikan oleh perpanjangan pendelegasian ruang kendali udara (Flight Information Regional/FIR) di Kepulauan Riau dan Natuna kepada Singapura. Demikian pungkas Hudi Yusuf, Dosen Universitas Bung Karno, baru-baru ini.
Untuk diketahui, pendelegasian FIR kepada negara lain seharusnya berlaku maksimal 15 tahun sejak Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diundangkan pada 2009 lalu. Ketentuan ini tertuang pada Pasal 458 dalam UU tersebut. Dengan demikian, pada tahun 2024, Indonesia harus berhenti mendelegasikan pelayanan navigasi penerbangan apa pun ke negara lain, termasuk kepada Singapura.
Namun, perjanjian pendelegasian FIR antara Indonesia dan Singapura diperpanjang 25 tahun pada 25 Januari 2022. Ini telah disepakati dan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2022, yang resmi berlaku pada 5 September 2022 lalu.
Hudi menjelaskan bahwa Indonesia kembali mendelegasikan pengelolaan FIR ke Singapura dari ketinggian 0 sampai 37.000 kaki. Ia mempertanyakan alasan pemerintah melakukannya, dan menegaskan bahwa Indonesia dirugikan karenanya.
“Kenapa (pendelegasian) harus diperpanjang 25 tahun lagi? Saya minta jawaban dari pemerintah itu,” tandas Hudi. “Dengan diperpanjang itu, ada poin-poin yang membuat Indonesia mengalami kerugian.”
Hudi kemudian memaparkan kerugian yang dimaksud. Pertama, Singapura membuat “Area Berbahaya” di wilayah kedualatan udara Indonesia tanpa perjanjian. “Karena ini, otomatis pilot harus terbang dengan jalur udara yang lebih jauh dari yang seharusnya,” sambungnya.
Adapun imbas dari jalur udara yang jauh itu ialah pesawat butuh lebih banyak bahan bakar dan biaya lebih mahal. Selain itu, waktu tempuh juga lebih lama. Berbagai hal tersebut, pada akhirnya memungkinkan harga tiket pesawat jadi lebih mahal.