Channel9.id – Jakarta.Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan pihaknya masih memburu Direktur Operasional Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Suwito Ayub yang masuk daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus investasi bodong KSP Indosurya.
Whisnu menyampaikan, saat ini Suwito diduga berada di luar negeri. Namun terkait lokasi negara mana Suwito bersembunyi, Whisnu mengaku belum mendapat informasi tersebut.
Maka dari itu, Whisnu mengatakan pihaknya mengajukan Red Notice ke kepolisian internasional atau Interpol untuk pencarian ini.”Sudah Red Notice,” ujar Whisnu saat dikonfirmasi, Jumat (3/2), seperti dikutip dari Kompas.
Merujuk dari laman resmi Interpol, Red Notice adalah permintaan kepada penegak hukum di seluruh dunia untuk mencari dan untuk sementara menahan seseorang yang menunggu ekstradisi, penyerahan atau tindakan hukum serupa.
Whisnu mengatakan, pihaknya tengah menunggu keputusan Interpol terkait Red Notice itu. “Posisi di luar negeri. Tunggu info dari Interpol,” pungkasnya.
Suwito Ayub telah ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2022 karena diduga terlibat dalam penggelapan uang bersama bos KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Junie Indria.
Berdasarkan hasil audit nasabah, sebanyak 6.000 dari total 23.000 nasabah KSP Indosurya tidak terbayarkan dengan jumlah kerugiannya kurang lebih sebesar Rp16 triliun.
Sepekan ditetapkan sebagai tersangka, ia mangkir dari panggilan kepolisian untuk dimintai keterangan dan melarikan diri.
Kasus ini telah menyeret Henry Surya dan Junie Indria ke meja persidangan. Namun, hakim justru menjatuhkan vonis bebas karena keduanya dianggap telah melakukan perbuatan di ranah perdata, bukan pidana.
Putusan tersebut lantas mengambil perhatian pemerintah, sehingga Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengajukan kasasi pada 30 Januari 2023.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Ketut Sumedana, para terdakwa justru telah melakukan perbuatan pidana dan bukan perdata.
“Tidak ada perbuatan perdata sama sekali yang dilakukan oleh Henry Surya dkk. dan justru memanfaatkan celah hukum dengan menggunakan tipu muslihat, memperdaya korban,” ujar Ketut dalam keterangan tertulis, Senin (30/1), seperti dikutip dari Kompas.
Menurut Ketut, perkara tersebut dikatakan ranah pidana sebab para terdakwa melakukan penipuan dengan kedok koperasi untuk membuat seluruh kegiatannya seolah-olah adalah legal.
“Sehingga, penerapan hukum perdata dalam perkara tersebut jauh dari rasa keadilan dan sangat melukai masyarakat yang menjadi korban investasi bodong yang dikendalikan oleh Henry Surya, June Indria, dan Suwito Ayub,” terang Ketut.