Channel9.id – Jakarta. Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Iman Prihandono menilai aturan tentang sistem jaminan sosial dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) seharusnya tidak dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Menurutnya, RUU yang menggunakan metode omnibus law ini tidak cocok menggabungkan dua hal yang berbeda, yaitu terkait kesehatan dan jaminan sosial.
“Memang, ada keterkaitan di antara keduanya. Tapi, jaminan sosial sudah diatur dalam konstitusi sebagai sesuatu yang penting, yang harus diperhatikan secara spesifik sendiri. Pasal 34 Ayat 2 UUD 1945 sudah menyampaikan itu,” kata Iman dalam diskusi Partisipasi Publik Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang digelar Kementerian Kesehatan via Zoom Meeting, Sabtu (25/3/2023).
Disebutkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 34 Ayat 2, bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Menurut Iman, nilai kesetaraan dan keadilan dalam sistem jaminan sosial sejalan dengan Pasal 34 Ayat 2 UUD 1945, di mana sistem jaminan sosial negara mesti memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu. Namun, lanjut Iman, hal ini dapat berubah jika aturan tentang sistem jaminan sosial masuk ke dalam RUU Kesehatan.
“Tapi, resikonya, omnibuslaw ini resikonya sangat besar dan banyak aturan norma yang ada di dalamnya dan mau disatukan semua, resikonya nanti ada hal kecil detail yang terlewatkan,” ujarnya.
Iman mengatakan, RUU Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law seharusnya dapat dibahas secara lebih detail. Sebab, menurutnya, ketentuan dari norma yang dimasukkan dalam omnibus law tentu sangat besar.
“Karena ada hal kecil dan detail yang kadang terlewatkan (dalam pembahasan RUU omnibus law),” kata Iman menegaskan.
Ia pun meminta agar klaster sistem jaminan sosial dan BPJS dikeluarkan dari RUU omnibus law yang terdiri dari 20 bab dan 478 pasal itu.
“Kalau bisa dipertimbangkan, sistem jaminan sosial dan BPJS ini tidak dimasukkan dalam RUU omnibus law Kesehatan ini,” ungkapnya.
Sebagai informasi, saat ini RUU Kesehatan omnibus law sudah disetujui menjadi RUU Inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada 14 Februari 2023.
Dalam RUU ini, posisi BPJS, baik Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, berada di bawah kementerian sebagaimana diatur dalam Pasal 425 poin 1.
BPJS yang saat ini bertanggung jawab (langsung) kepada presiden, menjadi bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Menteri Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).
Keberadaan BPJS merupakan implementasi UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai dengan amanat UUD 1945, khususnya Pasal 28 H ayat 3 dan Pasal 34 ayat 2.
UU Nomor 40 Tahun 2004 ini mengatur jenis program jaminan sosial dengan kepesertaan bersifat wajib. Teknis pelaksanaan setiap program diatur dalam regulasi turunannya tersendiri. Program jaminan kesehatan atau JKN, misalnya, pelaksanaannya diatur dalam peraturan presiden tersendiri.
Baca juga: Pakar Nilai Draft RUU Kesehatan Bertentangan Dengan Konstitusi
Baca juga: Kemendagri: Seluruh Pegawai Pemerintah Daerah Non-ASN Dapat Jaminan BPJS Ketenagakerjaan
HT