Channel9.id-Jakarta. Akademisi dan Ahli Hukum Tata Negara Ibnu Sina Chandranegara tak memungkiri bahwa penyusunan peraturan dengan metode omnibus law berpotensi berbuntut kritik, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini masih dibahas.
“Isu dan kritik yang tak bisa dihindari. Di saat yang bersamaan, RUU ini mencoba untuk merespons berbagai masalah di sektor kesehatan,” ujar Ibnu di acara Forum Group Discussion yang digelar Kementerian Kesehatan, Senin (3/4).
Meski sarat akan kritik, Ibnu mengatakan bahwa hingga kini, “ada banyak upaya yang telah dilakukan untuk menyesuaikan berbagai macam masukan dan kepentingan” dalam penyusunan RUU Kesehatan.
Salah satu hal yang santer dikritik terhadap RUU Kesehatan adalah adanya sentralisme kewenangan pada pemerintah pusat dan menghilangkan peran organisasi profesi. Sebagai solusinya, kata Ibnu, “penguatan tugas dan tanggung jawab pemerintah diharapkan memberikan keseimbangan pada berbagai kepentingan organisasi profesi.”
Selain itu, ada potensi liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan. Menurut Ibnu, hal ini bisa diatasi dengan penegasan pada pasal. “Seperti Pasal 263 RUU Kesehatan. Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) bagi dokter asing dan kewenangan organisasi profesi perlu regulasi yang seimbang,” lanjutnya.
Kritik lainnya, kata Ibnu, proses penyusunan tak partisipatif. “Semua pihak yang berkepentingan harus memberi masukan yang bermakna dalam proses partisipasi publik dan pembentuk UU wajib memberikan penjelasan,” tandas dia.
Lebih lanjut, Ibnu mendorong agar ke depannya implementasi aturan “harus diperhatikan supaya tujuannya tercapai.”