Channel9.id – Jakarta. Polemik transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum juga terselesaikan dengan tegas dan jelas hingga saat ini.
Sejak Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap adanya transaksi janggal tersebut, isu ini terus bergulir hingga Komisi III memanggil Mahfud MD, Kepala PPATK dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu (29/3/2023).
Sayangnya, hanya Mahfud dan PPATK yang hadir. Sri Mulyani harus menghadiri rangkaian acara Asean Summit di Bali.
Diketahui, sebelum Mahfud hadir di Komisi III, Presiden memberikan pesan khusus kepadanya. Selepas bertemu Presiden di Istana, Senin (27/3/2023), Mahfud mengungkapkan bahwa Jokowi memerintahkan dirinya untuk menjelaskan seterang-terangnya mengenai transaksi janggal Rp 349 triliun.
Tidak hanya itu, Jokowi meminta Mahfud untuk menjelaskan secara terbuka mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang.
“Khusus berdua dengan saya, ada beberapa hal antara lain menyangkut soal temuan PPATK mengenai dugaan pencucian uang di kementerian keuangan. Presiden meminta saya hadir, menjelaskan ke DPR dengan sejelas-jelasnya dan memberi pengertian kepada masyarakat tentang apa itu pencucian uang,” kata Mahfud seusai pertemuan dengan Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (6/3/2023).
“Karena presiden kita ini menghendaki keterbukaan informasi sejauh sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan saya siap datang hari Rabu (29/3/2023), jam 2,” imbuh Mahfud.
Mahfud pun masih bersikukuh bahwa transaksi tersebut terkait dengan tindak pencucian uang yang telah menahun di jajaran Kemenkeu.
Adapun, Mahfud telah menjelaskan bahwa tekadnya membongkar pencucian uang di balik transaksi jumbo ini diawali dengan keluhan Presiden Joko Widodo.
Tepatnya, momen ini bermula pada Februari 2023 lalu. Saat itu, Presiden Jokowi dan dirinya menghadiri penyelenggaraan acara Satu Abad Nahdlatul Ulama di Sidoarjo, Jawa Timur.
Setelah acara, Mahfud pulang bersama Presiden dalam satu pesawat. Mantan walikota Solo ini pun memulai pembicaraan mengenai korupsi di Tanah Air.
“Sebulan lalu, ketika ada acara 1 Abad NU di Sidoarjo, saya diajak pulang bersama oleh presiden 1 pesawat dari Surabaya karena apa? membahas indeks persepsi korupsi,” tutur Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi III DPR.
Di momen itulah, Mahfud mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengundang berbagai lembaga untuk menguak penyebab penurunan itu. Di antaranya yang disebutkan secara gamblang dari Transparansi Internasional Indonesia dan Litbang Kompas.
Kesimpulannya, data beberapa lembaga itu mengungkap bahwa turunnya indeks persepsi korupsi itu disebabkan sentimen negatif terhadap bidang pelayanan publik, terutama akibat korupsi di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak.
“Terutama korupsi di bea cukai dan perpajakan, clear itu penjelasannya, yang kedua facilitating payment dalam pelayanan publik di berbagai tempat itu orang sekarang bayar mau naik pangkat bayar ke siapa, kalau enggak punya channel itu enggak bisa,” kata Mahfud.
Mahfud sedang berada di pesawat ketika terjadi kasus pemukulan anak dari eks pejabat eselon 3 di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo.
Kasus tersebut terungkap ke publik, hingga harta kekayaan jumbo Rafael menjadi sorotan. Kondisi ini, kata Mahfud, yang membuatnya tertarik mengusut lebih dalam.
Baca juga: Soal Transaksi Janggal Rp 300 Triliun-Kemenkeu, Komisi III DPR Rapat Dengan PPATK Hari Ini
Baca juga: Mahfud Berkelit, Transaksi Janggal Rp 300 Triliun Kemenkeu Bukan Korupsi
HT