Channel9.id – Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening sebagai tersangka perintangan penyidikan. Penetapan Roy Rening sebagai tersangka disebut KPK berdasarkan kecukupan alat bukti.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kepolisian Alfons Loemau menyebut penetapan Roy Rening sebagai tersangka merupakan sebuah pencekalan yang dilakukan terhadap seorang advokat. Sedangkan, menurut Alfons, pencekalan tersebut seharusnya tidak dapat dilakukan karena Roy Rening sedang dalam rangka melakukan pekerjaannya.
“Pencekalan kan merupakan sebuah langkah membatasi kemerdekaan seseorang, termasuk advokat dalam hal ini. Sedangkan membatasi tersebut seharusnya sudah dalam tahap penyidikan, di mana ada upaya paksa. Sedangkan kalau kita lihat advokat seperti yang sekarang kita bahas, dia dalam rangka membela kliennya,” kata Alfons dalam podcast RKN Media di Youtube, diunggah pada Rabu (3/5/2023).
Alfons yang juga merupakan Dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) mengatakan penetapan Roy Rening sebagai tersangka oleh KPK dapat dikaitkan dengan praktek kepengacaraan Roy sebagai seorang advokat. Maka dari itu, kata Alfons, Roy tidak mungkin melakukan pendampingan tanpa menyusun pendapat hukum terlebih dahulu. KPK seharusnya mengumpulkan bukti yang kuat untuk menetapkan Roy bersalah atas perintangan penyidikan.
“Dalam hal ini kan advokat dengan penyidik, baik itu penyidik dari polisi, jaksa, imigrasi ataupun dari KPK, itu berada pada posisi yang berseberangan. Otomatis pada saat seorang pengacara mulai melakukan pendampingan, dia kan harus juga memberikan pendapat-pendapat hukum, karena tidak mungkin dia langsung begitu dapat kuasa terus dia terjun untuk mendampingi, mau dampingi apa? Karena dia harus menyusun sebuah legal opinion pendapat hukum,” tutur Alfons.
“Negara hukum itu para aparat penyelenggara negara bekerja dalam koridor hukum. Jangan semaunya. Acuannya apa, hukum acara, alat bukti apa yang terkumpul di (Pasal) 184 hukum acara (KUHAP) tersebut, sehingga bisa menentukan ada keterkaitan dan sebagainya,” imbuhnya.
Menurut Alfons, KPK terlalu melangkah ke depan dalam menetapkan seorang pengacara sebagai tersangka. Sehingga, pencekalan ini menyebabkan seorang pengacara kehilangan hak untuk melakukan pekerjaannya, yaitu melakukan pendampingan hukum terhadap kliennya.
“Seperti sekarang, pencekalan. Terus pencekalan itu tidak bisa diuji oleh pengadilan. Menurut saya, KPK terlalu melangkah ke depan. Dia tau ada area kelabu di sana. Sedangkan di sisi lain, pengacara ini kehilangan hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan pendampingan karena dia sudah dicekal. Di sisi lain ini, ada ancaman terhadap organisasi kepengacaraan secara luas,” ungkapnya.
Ia mengatakan, bukti bahwa Roy menerima hasil dugaan kejahatan kliennya harus dikantongi oleh KPK terlebih dahulu sebelum mencekal Roy sebagai tersangka. Lebih lanjut, kata Alfons, KPK juga harus membedakan penerimaan dari hasil kejahatan dan penerimaan karena menjalankan profesinya.
“Kecuali mungkin bisa dibuktikan oleh penyidik KPK yang sekarang kita belum tahu apakah mungkin hasil kejahatan ini ada yang diterima oleh Roy. Tapi itu pun jadi persoalan sebagai seorang penasehat hukum dia kan punya hak menerima honor dan hak-hak lain. Terlalu jauh apabila dalam kondisi ini sudah kita kenakan status pencekalan. Pencekalan merupakan upaya merampas kemerdekaan melakukan profesi,” tegasnya.
Menurut Alfons, KPK tidak boleh memposisikan Roy Rening sebagai seorang koruptor atas dasar dia membela Lukas Enembe yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
“Advokat ini beracara kan sebuah profesi yang juga profesi yang mulia. Bukan karena dia membela kepentingan kliennya seorang koruptor, terus dia juga harus dilihat sebagai koruptor, tidak juga,” pungkas Alfons.
Baca juga: Roy Rening, Pengacara Lukas Enembe Jadi Tersangka Perintangan Penyidikan
HT