Pakar Wanti-Wanti Meski WHO Cabut Status Darurat COVID-19
Health Nasional

Pakar Wanti-Wanti Meski WHO Cabut Status Darurat COVID-19

Channel9.id-Jakarta. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah mencabut status pandemi atau status kedaruratan internasional (PHEIC) terkait penyebaran COVID-19 pada Jumat (5/5) lalu. Namun demikian, WHO menekankan bahwa perubahan ini bukan berarti COVID-19 berakhir sebagai ancaman.

“Dengan harapan besar, saya menyatakan COVID-19 berakhir sebagai darurat kesehatan global,” ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia menambahkan bahwa “berakhirnya status ini bukan berarti COVID-19 benar-benar sebagai ancaman kesehatan global.”

“Pertempuran belum berakhir. Kami masih memiliki kelemahan dan kelemahan yang masih kami miliki di sistem kami akan terpapar oleh virus ini atau virus lain. Dan itu perlu diperbaiki,” pungkas Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan.

Hal serupa turut diutarakan oleh pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia. Ia mengatakan bahwa pencabutan status pandemi tak serta-merta berkaitan dengan pandemi COVID-19.

Ia menjelaskan bahwa sebagai pembanding, sebelum status pandemi penyebaran COVID-19 dicabut, ada penyakit lain yang juga dianggap sebagai PHEIC. Di antaranya adalah polio dan monkeypox (cacar monyet).

“Satu COVID-19 yang diketahui banyak orang, itu polio sejak dari 2014 belum dicabut, ketiga monkeypox yang diterapkan pada tahun lalu. Jadi, dua itu polio dan monkeypox bukan pandemi, melainkan epidemi dalam skala yang kecil,” terangnya, Senin (8/5).

Sebagaimana diketahui, polio dan monkeypox bukanlah pandemi seperti COVID-19, melainkan epidemi, yakni suatu penyakit yang menyebar dengan cepat ke wilayah atau negara tertentu dan mulai memengaruhi populasi penduduk di wilayah atau negara tersebut.

“Endemi, epidemi, itu bukan hal yang bagus. Monkeypox sebelum menjadi epidemi sekarang, itu endemi di Afrika. Jadi endemi nggak bagus, apalagi epidemi. Kemudian statusnya nggak statis, dia dinamis. Bisa terkendali, bisa meledak,” tuturnya.

“Tapi ini [polio dan monkeypox] nggak darurat, nggak emergensi, nggak kita lihat orang-orang harus berbondong-bondong ke rumah sakit, orang meninggal di mana-mana. Nah, seperti itu,” imbuhnya lagi.

Oleh karena itu, Dicky mengingatkan untuk tak terkecoh dengan pencabutan status pandemi COVID-19. Sebab, jika mendadak melepas tanggung jawab COVID-19, menurut Dicky, bisa saja status kedaruratan COVID-19 diterapkan kembali oleh WHO.

“Artinya, ketika PHEIC dicabut, pandemi hilang, nggak juga. Itu dua hal yang berbeda,” pungkasnya.”Kalau kita lepaskan semuanya, bukan tidak mungkin status PHEIC itu bisa diterapkan lagi untuk COVID-19. Kalau nanti hadir varian yang lebih hebat dari delta, kombinasi delta dan XBB, bisa saja,”

Sebagai informasi, tingkat kematian akibat COVID-19 telah melambat dari puncak dengan lebih dari 100 ribu orang per minggu pada Januari 2021, menjadi lebih dari 3.500 dalam seminggu hingga 24 April 2023. Kondisi ini berkat meluasnya cakupan vaksinasi COVID-19, ketersediaan perawatan yang baik, dan tingkat kekebalan pada populasi, menurut WHO.

Baca juga: Bagaimana Sikap Indonesia Setelah WHO Cabut Status Pandemi Penyebaran COVID-19?

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4  +  6  =