Nasional

BPIP, UIN Banten dan LDB Gelar Pembinaan Ideologi Pancasila kepada Eks-Napiter

Channel9.id – Jakarta. Sosialisasi ideologi Pancasila perlu terus digencarkan. Saat ini banyak bermunculan kelompok dan individu yang mereduksi Pancasila bahkan menolak. Beberapa penelitian survei membongkar adanya persepsi yang menolak Pancasila dan ingin mengganti dengan ideologi seperti khilafah dan lainnya.

Hampir semua kalangan dari pelajar, mahasiswa, ASN dan lainnya, tak sedikit yang terpapar ideologi lain seperti khilafah. Tak terkecuali eks narapidana teroris (napiter) yang perlu mendapatkan pemahaman utuh tentang Pancasila.

Oleh karena itu, BPIP, UIN SMH Banten, dan Lembaga Daulat Bangsa (LDB) menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila bagi eks-napiter dengan tema ‘Islam, Pancasila, dan Kebangsaan’.

Kegiatan yang diselenggarakan di Ballroom hotel Le Dian kota Serang, Banten pada Sabtu (8/7/2023) itu, dihadiri peserta sebanyak 75 orang yang terdiri dari 40 orang eks napiter dan eks jaringan radikal, serta diikuti mahasiswa dan akademisi kampus.

Para eks napiter yang hadir berasal dari berbagai jaringan terorisme seperti JAD, NII, JI dan lainnya yang memiliki sikap penentangan terhadap NKRI.

Kegiatan dibuka dengan penampilan tari Banten oleh mahasiswa UKM Pramuka UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Kemudian, dilanjut dengan pembacaan ayat suci Alquran dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Selanjutnya, Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyuddin memberikan sambutan, dilanjutkan oleh Deputi Bidang, Hubungan antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Prakoso, dan pidato kunci dari Kepala BPIP RI Yudian Wahyudi.

Yudian Wahyudi, Kepala BPIP menyampaikan kepada para peserta untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena sebagai warga negara Indonesia, kita telah memiliki Pancasila.

Yudian menilai, Islam dan Pancasila tidak ada yang bertentangan. Keduanya merupakan satu kesatuan untuk membangun peradaban.

Lebih lanjut, Ia berterima kasih kepada para eks napiter yang sudah kembali ke Pancasila dan NKRI.

Yudian pun berharap kegiatan ini tidak hanya seremonial, tetapi dapat memberikan pengetahuan, keyakinan, serta pengetahuan, dan wawasan tentang pentingnya ideologi Pancasila.

Selanjutnya, Rektor UIN SMH Banten Wawan Wahyuddin dalam sambutannya mengapresiasi BPIP yang sudah melakukan kolaborasi dan gotong royong dalam membina eks napiter untuk penguatan idelogi Pancasila.

Menurut Wawan, Banten merupakan salah satu daerah yang masyarakatnya mudah terafiliasi dengan organisasi terorisme, sehingga perlu penguatan ideologi Pancasila.

Sementara itu, Deputi Bidang Hubungan antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan, Prakoso dalam sambutannya mengajak para eks napiter untuk bersatu dan maju ke depan bersama untuk NKRI.

Setelah sesi pembukaan dan pidato kunci, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama para narasumber.

Para narasumber itu di antaranya Direktur Sosialisasi dan Komunikasi BPIP Agus Muh Najib, Direktur LDB Soffa Ihsan, akademisi dan juga Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN SMH Banten Muhammad Ishom, dan perwakilan MUI Banten Abdul Rojak. Para narasumber lebih fokus pada penyampaian tentang keterkaitan yg inheren Islam dan Pancasila.

Agus Muh Najib, Abdul Rojak, dan Muhammad Ishom menjelaskan pada hubungan antara Islam dan Pancasila dari aspek nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, di mana Pancasila merupakan “Kalimatan Sawa” atau dasar negara yang telah disepakati oleh para pendiri Bangsa Indonesia dalam mewujudkan kemerdekaan.

Sementara pembicara terakhir, Direktur LDB Soffa Ihsan, lebih menfokuskan pada penguatan literasi. Menurut pegiat literasi yang juga mendirikan Rumah Daulat Buku (Rudalku) komunitas literasi eks napiter ini, literasi sudah harus jadi giat utama dalam melihat dan menyikapi berbagai hal.

Soffa Ihsan mencoba merunut ke belakang dengan mencontohkan kemenangan Jepang dalam perang melawan Uni Soviet pada 1905 karena tentara Jepang jauh lebih banyak yang sudah mampu membaca, sedangkan tentara Uni Soviet banyak yang masih buta huruf.

“Demikian halnya peradaban dari dulu hingga moderen ini bisa bergerak maju karena manusia selalu berliterasi yang tidak hanya membaca, tapi juga menulis dan meneliti yang akhirnya melahirkan kemajuan peradaban,” ujar Soffa.

Pria yang juga Pengurus MUI Pusat dan Wakil LBM PWNU DKI ini juga mengingatkan tentang kemajuan peradaban muslim masa lalu. Menurutnya, banyak lahir ilmuwan muslim dalam berbagai bidang. Uniknya, ilmuwan muslim ini sedari kecil didik dengan ilmu-ilmu agama seperti menghafal Alquran. Setelah menguasai hal itu, mereka beralih mempelajari berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu alam, ilmu eksakta, ilmu sosial, dan lainnya. Mereka juga menulis buku berjilid-jilid yang sekarang masih bisa dibaca oleh masyarakat.

“Ini bukti kekuatan literasi. Sementara negeri kita tingkat literasi memprihatinkan. Banyaknya hoax dan saling umpat dan menebar kebencian tidak lepas dari minimnya literasi secara mendalam. Sebab banyak membaca akan luas ilmu dan wawasan sehingga orang menjadi bijak dan tidak mudah sedikit marah,” tuturnya.

Menurut Soffa, radikalisme terjadi salah satu utamanya adalah kurangnya literasi. Ini sudah dibuktikan oleh Soffa Ihsan di lapangan ketika bertemu misalnya dengan eks-napiter dari berbagai level.

Ia menilai, dalam konteks penguatan Pancasila juga sudah harus dilakukan dengan literasi. Menurutnya, Pancasila lahir dari hasil puncak berliterasi yang mendalam dari pendiri bangsa. Untuk memahaminya, tentu juga harus dengan literasi yang mendalam.

Berdasarkan beberapa survei, Soffa mengatakan kalangan pelajar dan mahasiswa lebih memilih khilafah daripada Pancasila. Ia berujar, hal ini sangat mencemaskan.

“Nah sosialisasi Pancasila jelas harus dilakukan dengan literasi secara sistemik dan holistik. Walhasil Pancasila sudah final sebagai hasil literasi tingkat tinggi. Jadi harus diterima sebagai ideologi bangsa yang bisa menjadi payung dan penuntun bagi kemajemukan bangsa,” pungkasnya.

“Dengan Pancasila, maka kemajemukan akan terjaga. Maka pula masyarakat khususnya eks-napiter harus memperkuat literasi termasuk tentang Pancasila supaya mampu memahami dengan mendalam. Dan ini tentunya literasi yang holistik,” tambah Soffa Ihsan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  49  =  52