Hot Topic Nasional

Undang Dubes RI untuk Jepang, IKA UNJ Gelar Diskusi Pedagogik dalam Perspektif Merdeka Belajar

Channel9.id – Jakarta. Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta (IKA UNJ) kembali menggelar Forum Diskusi Pedagogik (FDP) dalam webinar bertajuk ‘Refleksi Pedagogik dalam Perspektif Merdeka Belajar’ melalui Zoom Meeting, Rabu (13/9/2023). Pada diskusi kali ini, IKA UNJ menghadirkan Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Jepang Heri Akhmadi sebagai pembicara.

Ketua IKA UNJ Juri Ardiantoro menyampaikan alasan pihaknya mengundang Heri Akhmadi. Menurutnya, Jepang merupakan negara Asia yang mengelola pendidikannya dengan baik. Sehingga, lanjutnya, Jepang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas karena pendidikannya.

“Kami mengundang Pak Dubes karena kami tahu bukan saja beliau ada di Jepang, salah satu negara Asia yang kita bisa berkiblat banyak hal di sana, terutama dalam mengelola pendidikannya sehingga sumber daya manusia di Jepang itu sumber daya yang bisa menjadi contoh kita semua,” kata Juri dalam sambutannya.

“Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dalam prinsip kependidikan maupun praktik kependidikan,” sambungnya.

Sebagai bagian dari keluarga besar UNJ, Juri mengatakan IKA UNJ sudah secara rutin menggelar diskusi pedagogik dalam dua tahun terakhir ini. Baginya, diskusi mengenai pedagogik merupakan tradisi UNJ sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

“IKA UNJ sebagai bagian dari keluarga besar UNJ, mengambil peran di dalam mengisi ruang-ruang yang mungkin belum penuh terkait dengan diskursus pedagogik. Pada akhirnya, diskursus ini akan menjadi salah satu isu yang penting kita di dalam menata sistem pendidikan nasional kita,” tutur Juri yang juga menjabat Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP).

Lebih lanjut, ia berharap diskusi ini dapat menjadi sumbangsih yang dapat bermanfaat bagi kebijakan pendidikan Indonesia.

“Kita ingin kebijakan pendidikan nasional kita betul-betul tidak lari dari prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan tujuan pedagogik kita. Mudah-mudahan ini menjadi bagian dari sumbangsih para alumni IKIP atau para alumni UNJ ataupun alumni universitas kependidikan yang lain,” pungkasnya.

Sambutan lainnya datang dari Wakil Rektor I UNJ Prof Suyono mewakili Rektor UNJ Prof Komarudin yang tengah memimpin rapat senat terkait persiapan UNJ menuju Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum (PTN-BH). Suyono mengungkapkan Merdeka Belajar merupakan bagian dari proses mahasiswa untuk dapat mencapai kompetensi yang telah ditetapkan kurikulum program studi (prodi).

Ia mencontohkan mahasiswa prodi tehnik yang memiliki profil sebagai calon insinyur. Dengan adanya program Merdeka Belajar, kata Suyono, mahasiswa tehnik memiliki kesempatan untuk mengenal dunia kerja sehingga memiliki pengalaman yang nantinya berguna saat mereka lulus.

“Apa yang terjadi di UNJ sebelumnya misalkan untuk program studi-program studi ketehnikan, mereka jelas punya profil kalau lulus menjadi insinyur. Maka, kebijakan Merdeka Belajar dari Mas Menteri (Mendikbudristek Nadiem Makarim) saya kira sangat relevan sekali karena memang sebagai calon insinyur mestinya sebelum nanti terjun di dunia kerja lalu punya pengalaman harus nyebur dulu untuk ke lapangan kerja untuk bisa mendapatkan kompetensi yang nanti dibutuhkan pada saat nanti mereka lulus,” ungkapnya.

Suyono pun menegaskan UNJ akan terus merancang program-program yang mendukung program Merdeka Belajar. Lebih lanjut, ia mengungkit Indikator Kinerja Utama (IKU) UNJ yang sudah mengalami peningkatan bahkan melampaui target Kemendikbudristek.

“Alhamdulillah mahasiswa UNJ yang terlibat dalam kegiatan Merdeka Belajar, kalau dilihat dari IKU terakhir, kami mengalami peningkatan yang luar biasa. Tahun lalu kami tidak bisa mencapai target dari kementerian. Alhamdulillah tahun ini kami bisa melampaui target kementerian,” tutur Suyono.

“Mudah-mudahan terus kami UNJ akan berupaya sehingga menjadi lebih baik lagi, lebih sempurna lagi dalam mengimplementasikan Merdeka Belajar,” imbuhnya.

Kemudian, Dubes RI untuk Jepang Heri Akhmadi memamparkan refleksi pelaksanaan Pendidikan Jepang terhadap program Merdeka Belajar. Dari KBRI Tokyo, Heri mengawali pemaparannya dengan menjelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan berkaitan dengan urgensi bonus demografi yang akan dinikmati oleh bangsa Indonesia.

Menurut Heri, tanpa persiapan yang tepat, hal tersebut dapat berubah menjadi bencana demografi.

“Kita mengetahui selama ini adanya bonus demografi terkait jumlah anak-anak muda kita yang diharapkan kedepannya akan menjadi kekuatan di dalam pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi,” ucapnya.

Mantan anggota DPR Komisi X ini menyebut perguruan tinggi memainkan peran penting sebagai persiapan bonus demografi. Menurutnya pengalaman pelaksanaan pendidikan di Jepang dapat menjadi sarana refleksi.

“Kementerian Dikbud sendiri saat ini sedang membahas untuk menyusun transformasi sistem edukasi. Jepang telah mengalami transformasi yang signifikan dalam pendidikan tinggi, mulai dari pendidikan yang sangat terpusat pada era Meiji hingga pengembangan universitas-universitas riset yang terkenal di dunia saat ini,” tutur Heri.

Heri menjelaskan bahwa bentuk transformasi lain adalah sikap Jepang memandang fenomena revolusi industri 4.0. Alih-alih terfokus kesana, Jepang mendorong agar masyarakatnya mencapai society 5.0 yang memadukan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan pelaksanaan pendidikan di negara Sakura itu sudah mulai teringtrasi dengan berbagai elemen tekonologi mutakhir. Heri mencontohkan penggunaan Artificial Intelligence dan Internet of Things yang adaptif dan inovatif.

Sedangkan aspek lain yang disinggung Heri adalah transformasi menuju masyarakat yang lebih fleksibel. Ia mencontohkan perubahan dalam masyarakat lingkungan kerja di Jepang yang awalnya sederhana namun telah berubah.

“Ini yang saya menyambut baik. fleksibilitas dengan merdeka belajar dengan demikian yang sudah dipikirkan para siswa kita, para mahasiswa akan lebih dipersiapkan menghadapi realitas baru yang ada di dunia pekerjaan itu,” pungkasnya.

Pembicara terakhir dalam diskusi FDP IKA UNJ kali ini, Kepala Guru Cikal dan Yayasan Guru Belajar Marsaria Primadonna merefleksikan situasi pendidikan nasional saat ini. Perempuan yang akrab disapa Pima ini menuturkan murid Indonesia saat ini dihadapkan pada kondisi krisis pembelajaran.

Menurutnya, murid Indonesia bersekolah selama 12,4 tahun dari TK hingga SMA. Tetapi, mereka hanya belajar kurang lebih hanya 7,8 tahun. Sebab, katanya, hanya sedikit sekali peningkatan kompetensi murid antar jenjang kelas dan capaian belajar yang cenderung menurun.

“Apa yang terjadi pada pendidikan kita? Sebenarnya, kita sedang menghadapi krisis pembelajaran. Murid-murid itu terjajah belajarnya. Belajar itu diambil alih menjadi agenda orang dewasa semata tanpa melibatkan murid, tanpa menanyakan dulu ke murid, tanpa mempedulikan perasaan murid. Itu adalah krisis pembelajaran,” jelas Pima.

Ia pun menegaskan bahwa Merdeka Belajar memiliki makna bahwa murid diberikan kebebasan untuk dapat mengatur diri, baik dalam menentukan tujuan dan cara menempuhnya, serta bebas dalam melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri.

“Merdeka Belajar, sederhananya, orang yang mengatur sendiri tujuan, cara, dan penilaian belajarnya. Atau kalau bahasa teori pendidikannya ‘self regulated learning’. Ini yang kita perlu banyak refleksi lagi gimana supaya murid bisa mengatur diri, mengatur sendiri tujuannya, mengatur sendiri caranya, penilaiannya, menjadi murid yang merdeka belajar,” pungkasnya.

Baca juga: Dubes Heri Akhmadi Apresiasi Semangat Fleksibilitas Program Merdeka Belajar

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

69  +    =  70