Hot Topic Nasional

TKN: Putusan DKPP soal Sanksi ke KPU Rawan Dipolitisasi

Channel9.id – Jakarta. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Juri Ardiantoro merespons putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua hingga enam anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait penerimaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024. Juri menyebut putusan DKPP tersebut rawan dipolitisasi.

Mantan Ketua KPU itu pun menilai putusan DKPP tersebut rawan dipolitisasi oleh pihak-pihak yang tidak setuju dengan pencalonan Gibran sebagai cawapres mendampingi capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Juri menduga politisasi putusan DKPP ini dilakukan untuk menjatuhkan citra paslon Prabowo-Gibran.

“Menurut saya, putusan DKPP sangat berlebihan dan berpotensi dipolitisasi pihak-pihak yang akan terus mempersoalkan pencalonan Gibran dan ini dikumpilkan menjadi amunisi untuk men-downgrade pasangan nomor 02,” ujar Juri melalui keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).

Ia pun mengutip putusan yang dibacakan Ketua DKPP Heddy Lugito bahwa putusan tersebut tidak mempengaruhi pencalonan Gibran sebagai cawapres karena telah sesuai dengan konstitusi.

“Ketua DKPP dengan jelas mengatakan bahwa putusan itu tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden karena sudah sesuai dengan konstitusi, demikian kata ketua DKPP,” tegas Juri.

Juri pun menyampaikan dua alasan yang mendukung tindakan KPU untuk tidak merevisi Peraturan KPU (PKPU) setelah adanya putusan Mahkamah Kontitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023. Pertama, menurutnya, putusan MK secara otomatis membatalkan ketentuan Undang-Undang (UU) dan peraturan turunannya, termasuk PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

“UU saja sudah otomatis tidak berlaku, apalagi PKPU,” tuturnya.

Kedua, lanjut Juri, KPU dapat dipersoalkan apabila tidak segera melaksanakan putusan MK, yakni menerima pendaftaran cawapres, sebelum mengubah PKPU. Sebab, Juri menilai proses pengubahan PKPU harus melibatkan rapat konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sehingga memerlukan waktu.

Menurutnya, jika KPU menunggu perubahan PKPU terlebih dahulu sebelum menerima pendaftaran, hal ini dapat menimbulkan pertanyaan terkait pelaksanaan putusan MK dan berpotensi menghilangkan hak politik seseorang sebagai capres maupun cawapres.

“Jika menunggu perubahan PKPU, maka KPU akan dipandang tidak melaksanakan putusan MK dan akan dihukum lebih berat karena bisa menghilangkan hak politik orang sebagai calon presiden atau wapres,” jelasnya.

Sebelumnya, DKPP memberikan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan enam anggota KPU lainnya. Sanksi diberikan lantaran KPU menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres di Pilpres 2024.

Selain Hasyim, enam anggotanya yang juga dijatuhi sanksi yaitu Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap. Mereka dinilai terbukti melanggar beberapa pasal dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2027 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu.

“Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan,” kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP yang disiarkan di YouTube DKPP, Senin (5/2/2024).

Heddy menyatakan, Hasyim dkk terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara dengan nomor 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023. Semua perkara tersebut mempersoalkan pendaftaran Gibran sebagai cawapres ke KPU di Pemilu 2024.

DKPP menjelaskan pengadu tidak terima karena KPU telah menyalahi prosedur dalam membuat aturan penerimaan calon presiden dan wakil presiden. Menurut DKPP, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.

Konsultasi itu seharusnya dilakukan untuk mengubah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu dan Capres-Cawapres terlebih dahulu. Berdasarkan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

Namun, pada praktiknya, KPU malah langsung mengeluarkan pedoman teknis dan imbauan untuk mematuhi putusan MK itu. Walhasil, Gibran yang masih berusia 36 tahun pun bisa tetap lolos pendaftaran meskipun PKPU belum diubah.

“Tindakan para teradu menerbitkan keputusan a quo tidak sesuai dengan PKPU nomor 1 tahun 2022, seharusnya yang dilakukan oleh para teradu adalah melakukan perubahan PKPU terlebih dahulu, baru kemudian menerbitkan teknis,” kata DKPP.

Baca juga: Terbukti Langgar Etik, DKPP Sanksi Peringatan Keras ke Ketua KPU dkk Soal Pencalonan Gibran

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  62  =  70