Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Channel9.id – Jakarta. Sebenarnya saya memang tidak akan menulis bahasan soal Kecelakaan Bus Rosalia Indah di Tol Batang-Semarang ini. Namun karena banyaknya permintaan -terutama dari media yang selama ini sudah berkontribusi positif selalu memuat buah pikiran selama ini-, maka tulisan kali ini memang bukan berdasar pada background selama ini selaku pemerhati telematika/multimedia/AI, tetapi berdasar Ilmu Kesehatan Masyarakat/Publik Health yang sebenarnya juga sudah lama ditekuni.
Bagi yang belum sempat mengerti, tidak apa-apa. Memang dulu penulis sempat menamatkan pendidikan S2 Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atau Public Health di UGM (asli) tahun 2005 lalu dan terus terang jarang diterapkan karena lebih banyak konsentrasi di bidang telematika dan-atau komunikasi sebelum AI dan OCB baru-baru ini.
Meski jarang digunakan, namun keaslian Ijazah yang dikeluarkan dari Kampus Bulaksumu ini jelas tdk perlu diragukan keabsahannya, apalagi sampai harus dibuktikan di persidangan (itupun masih gelap/misterius, karena Ijazah aslinya tidak pernah bisa dibuktikan didepan publik hingga kini, padahal sebenarnya sederhana kalau memang benar-benar asli dan ada).
Meskipun tidak bisa dikaitkan dengan Ilmu Telematika/Multimedia seperti kecelakaan di Km 58 Tol Jakarta-Cikampek sebelumnya, penulis bukan tidak mengikuti peristiwa kecelakaan di Jalan Tol Batang-Semarang, karena Laka Lantas ini ada kemiripan penyebabnya juga dengan kecelakaan yg merenggut jiwa Artis Vanessa Angel pada 2021 silam di Tol Jawa Timur.
Sebagaimana diingat, peristiwa November 2021 saat itu disinyalir akibat kondisi fatique atau kelelahan yang amat sangat oleh pengemudi sehingga terjadi microsleep dan berakibat fatal karena lepas kontrol keluar jalur.
Jadi kalau belakangan ini banyak disebut-sebut microsleep adalah penyebab kecelakaan tunggal Bus Rosalia Indah bernopol AD 7019 OA tersebut, maka sebenarnya perlu dicari mengapa Jalur Widodo (34) selaki sopir bisa mengalami kondisi “tidur sesaat” yang biasanya berdurasi antara 2 sampai 30 detik atau bahkan lebih. Microsleep biasanya terjadi karena kondisi yang sebelumnya disebut sebagai fatique atau kelelahan yang kelewat batas.
Jelasnya, fatigue adalah rasa lelah yang membuat sopir tersebut lesu dan kurang bertenaga sepanjang waktu. Kondisi ini menyebabkan hilangnya produktivitas karena yang bersangkutan tidak memiliki tenaga untuk beraktivitas.
Jika rasa lelahnya tak kunjung membaik setelah tidur dan-atau mengonsumsi makanan yang tepat, maka fatigue juga bisa menjadi tanda sindrom kelelahan kronis (CFS) atau myalgic encephalomyelitis. Apalagi jika disebut-sebut sebelum kecelakaan, yang bersangkutan sempat harus bekerja ekstra untuk mengganti bus yang mengalami trouble sebelumnya.
Berdasarkan referensi dari WorkSafe Victoria, fatigue secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yakni fisik, mental, dan emosional. Ketiga jenis inilah yang sangat mungkin kemarin terjadi pada sopir Bus Rosalia Indah tersebut karena tampak berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas kognitif (membuat keputusan dan berkonsentrasi) dan berkurangnya kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas emosional dan reflek saat terjadinya kondisi darurat, baik pra maupun pasca kejadian.
Oleh karena itu ketika kecelakaan di Km 370 terjadi, fatique yang diikuti microsleep inilah yang sangat dimungkinkan terjadi.
Berdasarkan kronologi kejadian yang diberitakan, bus tersebut langsung masuk ke parit dengan titik awal di Km 370+50 dan titik akhir 370+200, alias 150-an meter jarak terseret tanpa ada jejak rem sama sekali.
Sayang memang tidak (belum) seperti kecelakaan di Km 58 Tol Jakarta-Cikampek sebelumnya yang ada Dash-Cam dari kendaraan lain yang bisa dibuat analisis berapa kecepatan bus saat terjadi kecelakaan kemarin. Tentu bilamana ada rekaman pendukung seperti ini, bisa juga dari CCTV JasaMarga terdekat, akan sangat membantu analisis lanjut yang lebih akurat dan bisa digunakan untuk mengevaluasi kejadian.
Demikian pula bila nantinya sudah dilakukan Analisis menggunakan alat Traffic Accident Analysis (TAA) berbasis Light Detection and Ranging (LIDAR) dengan menggunakan Sinar Laser yang kini lazim digunakan Korlantas Polri, akan bisa sangat didapatkan analisis yang akurat bagaimana terjadinya laka lantas yang mengakibatkan hingga tujuh korban meninggal dunia tersebut. Sebab, kalau melihat posisi dan kondisi bus setelah kejadian cukup jauh berbeda dengan kondisi Daihatsu GranMax dan Bus Primajasa beberapa hari sebelumnya yang mengakibatkan hingga 12 korban jiwa.
Kembali pada antisipasi terjadinya fatique yang mengakibatkan microsleep, maka perlu benar-benar serius untuk diterapkan pengawasan serius terhadap para pengemudi, terutama untuk pengemudi kendaraan umum yang banyak mengangkut penumpang. Durasi waktu maksimal sopir di balik kemudi dalam mengemudikan kendaraan memang harus benar-benar diterapkan dan diberi sanksi bilamana dilanggar. Manajemen transportasi semacam ini di luar negeri sudah sangat ketat diterapkan bahkan diberikan monitor yang bisa langsung berhubungan dengan pool bus atau kendaraan umum dimaksud, bahkan dengan aparat keamanan.
Salah satu bentuk lain dari alat monitoring pengemudi ini bisa embedded (menjadi satu) dengan Dash-Cam atau juga GPS mobil bernama “Driver Monitoring System” yang bisa mengeluarkan suara nyaring jika sensor mendeteksi mata pengemudi mulai menutup dengan cara karena mendeteksi pupil mata dan wajah secara real time. Demikian juga akan mendeteksi bila kendaraan berpindah jalur atau mendahului kendaraan lain namun dalam kondisi yang tidak aman. Saat menjadi narasumber di iNews TV terkait tragedi Km 58 beberapa hari lalu, saya sempat menunjukkan fungsi-fungsi tersebut dalam alat Dash-Cam yang diperagakan.
Baca juga: Analisis Video Dash Cam Kecelakaan Maut Km 58
Kesimpulannya, microsleep memang sangat mungkin dialami oleh Jalur Widodo, sopir Bus Rosalia Indah, saat peristiwa kecelakaan di Km 370 kemarin, namun hal tersebut disebabkan oleh fatique yang dialami sebelumnya karena manajemen transportasi yang belum baik diterapkan di Indonesia.
Oleh sebab itu, Kementerian Perhubungan dan Korlantas Polri yang menjadi garda terdepan pengawasan dan penegakan disiplin berlalulintas di Indonesia sebaiknya lebih tegas dalam menerapkan semua hal yang sudah disebutkan di atas agar tidak banyak lagi korban di jalan akibat tidak digunakannya Ilmu Pengetahuan, baik yang berbasis Kesehatan Masyarakat maupun Teknologi Informasi yang bila digunakan dengan benar akan sangat bermanfaat, semoga.
Penulis adalah Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen sekaligus Magister Kesehatan Masyarakat UGM