Opini

Modus Jual Beli Jabatan

Oleh: Azmi Syahputra*

Channel9.id-Jakarta. Jual beli jabatan jelas merusak tata kelola pemerintahan. Perilaku semacam itu jelas membuat cita cita kesejahteraan masyarakat tak ubahnya harapan semu belaka.

Kasus terbaru dari polah lancung itu terjadi ketika Bupati Kudus terkena oeprasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat silam (26/7). Sang Bupati ditangkap karena melakukan jual beli jabatan.

Miris, tentu saja. Si Bupati seperti kepala daerah yang ketagihan korupsi. Ia pernah dipidana karena kasus korupsi sebelumnya tapi tidak mau mengambil pelajaran dari kejadian sebelumnya itu.

Jual beli jabatan semacam ini memang menjadi salah satu modus yang sering dilakukan untuk memperkaya diri. Apalagi, saya mendengar, perputaran uang dari jual beli jabatan setahun bisa mencapai puluhan triliun rupiah.

Mudah ditebak, tujuan dalam jual beli jabatan adalah untuk menguatkan jabatan, membuat kebijakan yang menguntungkan, atau untuk mengembalikan biaya ongkos politik kepala daerah.

Memanfaatkan jabatan Kepala Daerah dengan segala kewenangan yang ada padanya, dengan cara menjual jabatan pada orang orang yang haus jabatan, jelas merusak tata kelola pemerintahan. Termasuk juga modus mempertahankan posisi atau mencari promosi jabatan.

Lebih dari itu, perilaku-perilaku tadi malah bisa membuat birokrasi di lingkungan pemerintahan tersebut semakin korup. Pemerintahan sangat tidak efektif. Jabatan dan kewenangannya dijalankan oleh orang yang bukan ahlinya. Bukan oleh orang yang mengerti apa yang harus dikerjakan pada posisinya tersebut.

Para pejabat semacam ini hanya akan menarik manfaat dari mereka yang dia kutip belaka. Orang yang terpilih dari jual beli jabatan punya integritas dan dedikasi yang rendah. Mereka jelas akan sulit menyepakati reformasi birokrasi di lingkungan kerjanya

Mental pejabat begini hanya fokus melayani atasan dan minta dilayani bawahan. Mereka tidak akan melayani dan memikirkan kesejahteraan dan program keadilan sosial masyarakat.

Mana mungkinlah, tipe pejabat bermental begini akan memikirkan kesejahteraan masyarakat. Yang ada, bagaimana mengumpulkan uang dan mempertahankan kekuasaannya.

Menyikapi fenomena jual beli jabatan ini, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) harus dievaluasi kembali. Lembaga ini jelas tidak efektif. Menteri Aparatur Negara dan kemendagri harus bertindak cepat, melakukan langkah konkrit, termasuk menangani masalah serius ini lewat kerjasama dengan KPK.

Selain itu, perlu sinkronisasi dan harmonisasi regulasi seleksi pejabat. Ini termasuk penyeleksian yang perlu dilakukaan secara terbuka dan melibatkan pihak ketiga yang independen. Tujuannya, agar proses rekrutmen terhindar dari konflik kepentingan, termasuk perilaku jual beli jabatan.

*Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +    =  12