Hot Topic

Demo di Hong Kong Kembali Pecah

Channel9.id-Jakarta. Ribuan massa pro demokrasi kembali turun ke jalanan di Hongkong, kurang dari 24 jam setelah demo yang awalnya berlangsung damai berubah jadi kekerasan. Aksi yang memprotes RUU Ekstradisi ini, masih terus berlanjut pada Minggu (28/7).

Para demonstran berkumpul di Chater Garden di pusat kota Hong Kong, dekat dengan kantor pusat pemerintah Hong Kong. Sebelumnya di lokasi itu menjadi lokasi “pertempuran” antara demonstran dengan polisi.

Mulanya polisi memberi izin kepada para demonstran untuk melakukan aksi di Chater Garden. Izin hanya diberikan untuk aksi diam di tempat, tidak termasuk iring-iringan ke jalan apalagi ke pusat bisnis. 

Namun, massa melakukan unjuk rasa dengan memblokir jalan menuju San Wai dan Causeway Bay. Iring-iringan ini dilakukan sambil meneriakkan “Rebut kembali Hong Kong dan “revolusi zaman” sambil membawa spanduk bertuliskan “akhiri kekerasan”. 

Massa yang berdemo turun ke jalan dengan menggunakan helm, kacamata pelindung, dan payung. Mereka mendirikan barikade di beberapa lokasi berbeda. Massa yang umumnya berpakaian hitam ini, meneriakkan “Hong Kong bebas” seperti dikutip BBC.

Sebelumnya, para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi Hong Kong. Ribuan aktivis prodemokrasi mendapat serangan gas air mata, peluru karet, dan granat spons saat mereka berunjuk rasa memprotes serangan oleh pihak yang diduga sebagai preman di sebuah stasiun kereta di Yuen Long, akhir pekan lalu. 

Diketahui pada Minggu (20/7), sekitar 100 pria berseragam kemeja putih yang diduga preman yang disewa aparat menyerbu stasiun kereta Yuen Long. Itu terjadi beberapa jam setelah pengunjuk rasa berbaris melalui pusat kota Hong Kong dan merusak Kantor Penghubung China, yang merupakan simbol utama otoritas Beijing di wilayah bekas jajahan Inggris itu. 

Ratusan pria itu menyerang para pemrotes yang berpakaian hitam yang kembali dari Hong Kong, orang yang melintas, wartawan, dan anggota parlemen dengan pipa dan pentungan. Hal itu mengakibatkan 45 orang terluka.

Selama delapan pekan, unjuk rasa terus menerus melanda Hong Kong. Berawal dari RUU Ekstradisi yang dilontarkan oleh Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, yang dianggap mengabaikan suara masyarakat Hong Kong dan menolak menunda pembahasan RUU Ekstradisi.

“Tindakan kerusuhan yang merusak kedamaian dalam masyarakat serta abai hukum dan tidak disiplin tidak dapat diterima oleh masyarakat beradab,” ujar Lam dalam sebuah pernyataan video.

Analis politik Dixon Sing mengatakan, kekerasan dalam aksi menolak RUU Ekstradisi ini adalah eskalasi konflik paling serius yang terjadi di Hong Kong.

“Dalam hal tingkat kekerasan, kali ini adalah yang paling serius sejak penyerahan (Hong Kong ke China) tahun 1997,” ujar Sing.

Sing mengatakan, aksi unjuk rasa kali ini mencerminkan adanya kesenjangan yang tinggi dalam kepercayaan masyarakat Hong Kong terhadap pemerintah.

“Mereka semakin percaya bahwa pemerintah Hong Kong adalah sekelompok boneka yang melayani kepentingan Beijing,”ujar Sing.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya parlemen Hong Kong tengah menggodok RUU Ekstradisi yang memungkinkan seorang tersangka bisa diadili di luar negeri, termasuk di China. Namun, RUU Ektradisi tersebut ditentang warga Hong Kong, karena khawatir akan sistem pengadilan China yang kerap dianggap bias dan dipolitisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8  +  1  =