Channel9.id – Jakarta. Baleg DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan mengundang para pengamat dan pelaku bisnis koperasi untuk mencari masukan terkait penyusunan revisi Keempat UU Perkoperasian Nomer 25 Tahun 1992.
Mereka yang diundang adalah BMT Sidogiri, Kospin Jasa, Dr Dewi Tenty Septi Artiany SH, MH (Pengamat Koperasi) dan Suroto (Asosiasi Sosio Ekonomi Strategis). Rapat berlangsung di Ruang Baleg DPR RI, Senayan, Jakarta/20/2/2025 dan dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg Sturman Panjaitan didampingi oleh Ahmad Doli Kurnia.
Dalam rapat tersebut Dr Dewi Tenty menyampaikan beberapa pokok pandangan terkait perkembangan koperasi di Indonesia. Ia menyampaikan dari segi peraturan perkoperasian di Indonesia sudah sangat istimewa, sudah disediakan panggung selaras dengan pasal 5 pancasila dan pasal 33 UUD 45.
Menurutnya Indonesia merupakan negara dengan jumlah koperasi terbanyak di dunia. Perkembangan jumlah koperasi dan anggota koperasi dari tahun 2013 hingga tahun 2018 mengalami peningkatan signifikan.
Namun hal tersebut belum mampu menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional karena sumbangsih koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 5,1% saja. Pertumbuhan kuantitas koperasi di Indonesia tidak disertai dengan pertumbuhan kualitas yang baik sehingga banyak koperasi pasif.
”Dibandingkan negara-negara lain seperti misalnya Denmark, Jepang dan Amerika, Kenya saja 50 % PDB nya dari Koperasi, Indonesia masih sangat lambat kemajuannya, hanya menang dari segi jumlah,” jelasnya.
Untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju dan menjadi koperasi benar-benar soko guru perekonomian, Dr Dewi Tenty mempertanyakan revisi RUU Perkoperasian di Indonesia yang dilakukan tanpa arah, karena blue print UU pun tidak ada. Goalnya dan targetnya tidak jelas, sehingga ketika menyusun UU selalu dibatalkan.
“Harus ada komitmen kuat dari pemimpin dalam hal ini Presiden untuk memberikan yang terbaik dalam menyusun perekonomian kerakyatan,”jelasnya. Sehingga dengan komitmen tersebut UU Perkoperasian akan jelas goalnya dalam membangun koperasi di Indonesia.
Saat ini ia melihat sumbangan terhadap PDB yang 5 % pun sebagian didominasi oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Padahal seharusnya usaha koperasi yang berkembang berbasis Koperasi Produksi dan Koperasi Konsumen. “Kalau Bung Hatta masih ada, mungkin nangis, ketika beliau menggagas koperasi karena melihat Indonesia memiliki dua sumber daya alam dan sumber daya manusia yang luar biasa,” tuturnya.
Harusnya koperasi yang subur tumbuh di Indonesia adalah koperasi konsumsi, produksi, Dan ini sejalan dengan program makan siang gratis yang seharusnya melibatkan koperasi konsumsi dan produksi yang mensupport program tersebut.
Parahnya lagi, koperasi dipandang sebagai lembaga charity, sebagai contoh koperasi karyawan yang ada, hanya menjadi pelengkap misalnya untuk menyediakan konsumsi, jadi bukan sebagai koperasi yang memiliki usaha yang besar. “Kalau di Korea, koperasinya membuat suku cadang dari mobil tersebut, bukan sekedar menjadi pelengkap saja,” tambahnya.
Karena itu diperlukan rebranding koperasi, bagaimana menarik masyarakat nabung dan belanja di koperasi. Saat ini yang terjadi koperasi sebagai tempat meminjam uang, namun ketika berbelanja di mall, kafe dan sebagainya.
“Koperasi harus menjadi sebuah ekosistem menjadi tempat menabung, berbelanja bagi masyarakat, sebagai lembaga yang memudahkan kehidupan masyarakat,”jelasnya.
Terkait dengan UU Perkoperasian, Dewi Tenty juga memberikan masukan terkait prinsip-prinsip koperasi salah satunya adalah mandiri, nah mandiri ini sering diterjemahkan merasa bahwa koperasi memiliki otonomi yang tidak boleh diintervensi oleh peraturan lain. “Padahal koperasi adalah badan hukum yang harus taat kepada peraturan,”ujarnya.
Kemudian soal permodalan, kalau kita mau meningkatkan minat masyarakat berkoperasi, masalah permodalan ini harus diperhatikan. Karena setelah UU Cipta Kerja terjadi perubahan dalam struktur permodalan.
“Selain itu harus juga dibuka sekat antara simpanan pokok dan simpanan wajib, karena itu yang bisa membuat koperasi hidup bukan hanya dari simpanan pokok dan simpanan wajib, seperti misalnya koperasi multi pihak, dimana suatu kelompok memberikan modal untuk koperasi tinggal diatur yang benar,” jelasnya.
Masalah yang juga penting adalah soal sanksi pidana, jika memang terjadi tindak pidana penipuan seperti misalnya yang dilakukan oleh delapan koperasi yang merugikan hingga ratusan triliun, maka pelakunya bisa dikenakan pasal pidana.
“Sanksi pidana ini diperlukan, jika memang terjadi penipuan dan penggelapan hal ini juga untuk melindungi anggota koperasi tersebut,”ujarnya. Apalagi koperasi mengelola uang anggota yang nilainya sampai trilyunan.
Sering ditemukan fakta di lapangan bahwa koperasi digunakan untuk mensiasati usaha, nama koperasi dipakai untuk menerima proyek, mengerjakan usaha karena disyaratkan lembaganya koperasi dan sebagainya.
Dewi Tenty meminta hal tersebut agar dibenahi, karena merusak nama dan kredibilitas dari koperasi. “Jadi kita main kucing-kucingan karena tidak adanya blue print koperasi ini mau ke arah mana,”pungkasnya. Blue Print ini yang akan menentukan tujuan koperasi kemana, sehingga ketika alamatnya sudah jelas, tinggal mengelola dan mengembangkan ekosistemnya.