Hot Topic Hukum

Hasto Didakwa Suap Rp600 Juta untuk Loloskan Harun Masiku ke DPR

Channel9.id – Jakarta. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto didakwa menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut suap itu dilakukan Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku, pada rentang waktu 2019-2020.

“Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 atau setara Rp600.000.000,00 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia periode tahun 2017-2022,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/3/2025).

Jaksa menyebut uang itu diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

“Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu uang tersebut diberikan dengan maksud supaya WAHYU SETIAWAN mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan Penggantian Antar Waktu Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan Sumatera Selatan-1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa.

Jaksa menyebutkan, suap itu dilakukan Hasto dengan menunjuk orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, menghubungi mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina untuk berkomunikasi dengan Wahyu Setiawan demi Harun Masiku.

“Pada tanggal 5 Desember 2019, Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk menanyakan biaya operasional yang diperlukan Wahyu Setiawan untuk meloloskan pergantian Anggota DPR RI dapil Sumsel 1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa.

Wahyu Setiawan lalu meminta Rp1 miliar sebagai syarat untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih.

“Saeful Bahri melaporkan permintaan Wahyu Setiawan tersebut kepada terdakwa dan terdakwa menyetujuinya,” jelas jaksa.

Hasto kemudian mengirimkan pesan kepada Saeful Bahri yang berisi informasi dana pada 16 Desember 2019. Dana itu sebesar Rp600 juta, di mana Rp200 juta untuk penghijauan kantor DPP PDIP dan Rp400 juta untuk diserahkan ke Donny melalui staf Hasto bernama Kusnadi.

Kusnadi lalu menyerahkan uang titipan Hasto itu ke Donny. Uang itu dibungkus amplop warna cokelat dan disimpan di dalam tas ransel warna hitam.

“Kusnadi menyerahkan titipan uang dari terdakwa sebesar Rp 400 juta yang dibungkus amplop warna cokelat di dalam tas ransel warna hitam dengan mengatakan ‘Mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp 400 juta ke Pak Saeful, yang Rp 600 juta Harun Masiku’,” kata jaksa.

Saeful Bahri lalu menghubungi Harun Masiku dan menginformasikan bahwa Hasto yang telah memberikan uang Rp400 juta kepada Donny. Jaksa menyebut Harun menjawab pesan Saeful dengan kata ‘lanjutkan’.

Jaksa mengatakan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri lalu melakukan pertemuan pada 17 Desember 2019 untuk membahas PAW Harun Masiku. Di akhir pertemuan, Saeful Bahri menyerahkan uang SGD 19 ribu kepada Wahyu.

Uang itu merupakan hasil pemberian dari Hasto dan Harun yang telah ditukar ke mata uang Singapura.

Saeful Bahri lalu kembali menyerahkan uang kepada Agustiani Tio sebesar SGD 38.350 ribu atau Rp400 juta pada 26 Desember 2019. Uang itu akan diserahkan kepada Wahyu Setiawan sebagai dana operasional.

Selain didakwa suap, Hasto juga didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku pada rentang waktu 2019-2024.

Jaksa mengatakan, pada 8 Januari 2020, petugas KPK menerima informasi ihwal komunikasi antara Wahyu Setiawan dengan Agustiani Tio Fridelina, yang menyampaikan adanya penerimaan uang.

Petugas KPK pun mulai mengawasi pergerakan pihak-pihak yang diduga terlibat, yakni Wahyu Setiawan, Harun Masiku, Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Agustiani.

Selang beberapa waktu kemudian, petugas KPK berhasil mengamankan Wahyu di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Pada sekitar pukul 18:19 WIB, Hasto mendengar kabar bahwa KPK telah mengamankan Wahyu.

Setelah itu, Hasto memerintahkan Harun melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk meminta Harun merendam handphone-nya ke dalam air dan menunggu di kantor DPP PDIP. Tujuannya agar keberadaan Harun tidak bisa diketahui oleh petugas KPK.

“Hasto juga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” ucap jaksa.

Pada sekitar pukul 18.35 WIB bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia Jakarta, Harun bertemu dengan Nur Hasan.

Selanjutnya, menindaklanjuti perintah Hasto dan atas bantuan Nur Hasan, pada jam 18.52 WIB telepon genggam milik Harun tidak aktif dan tidak terlacak.

Berikutnya, petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui pembaruan posisi telepon genggam milik Nur Hasan, yang terpantau pada pukul 20.00 WIB bersama dengan Harun berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

“Kemudian petugas KPK mendatangi PTIK, namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku,” ujar jaksa.

Atas dakwaan tersebut, Hasto dijerat Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Baca juga: Hasto Didakwa Rintangi Penyidikan Kasus Harun Masiku, Beri Perintah Rendam Ponsel

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  16  =  25