Trump
Ekbis

Peringkat Kredit AS Turun, Ketegangan Politik Meningkat

Channel9.id, Jakarta – Langkah Moody’s memangkas peringkat kredit Amerika Serikat dari Aaa menjadi Aa1 menggarisbawahi kekhawatiran mendalam atas memburuknya posisi fiskal negara tersebut, sekaligus memicu respons keras dari Gedung Putih dan tokoh-tokoh politik senior, baik dari lingkaran Presiden Trump maupun oposisi.

Dalam pernyataan resminya, Moody’s menyoroti kegagalan berulang Pemerintah dan Kongres AS dalam menyepakati kebijakan fiskal jangka panjang, serta meningkatnya pembayaran bunga atas utang nasional yang kini menyentuh angka US$36 triliun.

“Tingginya defisit fiskal tahunan dan terus melonjaknya biaya pinjaman menciptakan tekanan signifikan pada keuangan negara,” tulis Moody’s dalam laporan yang juga mengubah prospek AS dari “negatif” menjadi “stabil”.

Keputusan Moody’s, yang diumumkan setelah pasar tutup, langsung memicu lonjakan imbal hasil obligasi Treasury. Para analis memperingatkan bahwa penurunan peringkat ini dapat memicu gejolak di pasar keuangan dan memperbesar biaya pinjaman pemerintah.

Namun, alih-alih dijadikan momentum untuk introspeksi fiskal, pemangkasan peringkat ini justru memantik ketegangan politik.

Stephen Moore, mantan penasihat ekonomi Donald Trump dan ekonom di Heritage Foundation, menyebut langkah Moody’s “keterlaluan”. Ia mempertanyakan mengapa instrumen keuangan yang didukung penuh oleh pemerintah AS tidak lagi dianggap aset paling aman.

Sementara itu, Direktur Komunikasi Gedung Putih Steven Cheung menuduh kepala ekonom Moody’s Analytics, Mark Zandi, memiliki motif politik, meskipun lembaga tersebut secara struktural terpisah dari entitas pemeringkat Moody’s.

Zandi sendiri memilih tidak mengomentari tuduhan tersebut.

Sejak kembali menjabat sebagai Presiden, Trump berjanji akan menyeimbangkan anggaran dan menurunkan biaya pinjaman pemerintah. Menteri Keuangan Scott Bessent mengklaim bahwa pemerintah sedang menempuh jalur konsolidasi fiskal. Di antaranya melalui efisiensi belanja dan peningkatan pendapatan negara, termasuk lewat tarif impor.

Namun, hasilnya sejauh ini belum memuaskan pasar. Inisiatif pemangkasan anggaran yang dikoordinasikan oleh Departemen Efisiensi Pemerintah—dipimpin oleh Elon Musk—belum menunjukkan hasil signifikan. Di sisi lain, kebijakan tarif menimbulkan kekhawatiran atas potensi perang dagang dan dampaknya terhadap pertumbuhan global.

“Penurunan peringkat ini bukan sekadar sinyal teknis, melainkan peringatan serius. Amerika sedang bergulat dengan ketidakseimbangan fiskal struktural, dan waktu untuk bertindak semakin sempit,” ujar Darrell Duffie, profesor keuangan di Stanford University sekaligus mantan anggota dewan Moody’s.

Dengan pemilu mendekat dan tekanan fiskal meningkat, pemerintahan Trump menghadapi tantangan ganda: meyakinkan pasar akan kredibilitas kebijakan fiskalnya, sekaligus meredam tekanan politik yang semakin memanas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  69  =  76