Nadirsyah Hosen
Opini

Collegiality: Bukan Sekadar Gaji atau Gengsi

Oleh: Nadirsyah Hosen*

Channel9.id-Jakarta. “Kenapa masih betah mengajar di Australia, Gus Prof? Karena gajinya dolar? Atau karena mahasiswinya cantik-cantik?”

Itu pertanyaan yang sering mampir setiap saya pulang memberi seminar di tanah air—kadang bercanda, kadang setengah serius.

Tapi kalau jujur, yang bikin saya bertahan bukan gaji atau fasilitas. Jawabannya ada pada satu kata yang jarang dibahas di kampus kita: collegiality.

Sulit memang diterjemahkan—mungkin suasana kolegial: hubungan antarkolega yang saling dukung, bukan saling sikut.

Saya pertama merasakannya saat mulai mengajar di University of Queensland tahun 2006. Ann Black, kolega saya, memberi saya kesempatan jadi guest lecturer dan menilai paper mahasiswa bersama.

Tahun berikutnya, saya pindah ke University of Wollongong. Seorang kolega, Margaret Bond, mengetuk pintu ruang saya. Setelah memperkenalkan diri dan tahu saya mengajar Foundations of Law, ia langsung menawarkan:

“Tahun lalu saya yang ngajar matkul itu. Mau saya kasih bahan-bahannya?”

Saya kaget dan langsung mengiyakan. Beberapa menit kemudian, Marg datang membawa setumpuk map.

Saya spontan bertanya, “Kok kamu baik banget?”

Ia tersenyum: “Kita satu tim di sini. Kamu sukses ngajar, aku juga ikut sukses.”

Saat pindah ke Monash, Julie Debeljak pun sigap membantu menyiapkan materi. Sekarang di Melbourne Law School, ada Toerien Van Wyk yang rutin bertanya apakah saya butuh bantuan—bahkan sebelum saya sempat minta.

Collegiality bukan turun dari langit. Ia tumbuh dari kebiasaan sederhana: menyapa kolega baru, berbagi materi, saling percaya, saling dorong. Kita bisa mulai dengan satu langkah kecil: jangan pelit ilmu, dan jangan nikmati sukses sendirian.

Karena saat kolega kita berkembang, kita juga sedang naik bersama. Kita tidak sedang bersaing sesama dosen, apalagi sekadar rebutan proyek atau jabatan. Suasana kampus seperti ini yang bikin saya bertahan —plus gaji dollar tentu saja 😊

Tabik.

*Cendikiawan Muslim

Baca juga: Cinta yang tak Berlalu, Meski Ramadan Pergi 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

9  +  1  =