Channel9.id – Jakarta. Tim Inspektorat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku sempat mengalami hambatan saat melakukan penyelidikan internal terkait kasus dugaan perundungan dan pungutan liar pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Tim Pemeriksa Kasus PPDS Undip Semarang di Inspektorat Kemenkes, Pamor Nainggolan, saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (4/6/2025).
Pamor mengungkapkan adanya upaya menghambat pemeriksaan yang dilakukan oleh terdakwa Taufik Eko Nugroho selaku Kepala Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi FK Undip. Pamor menyebut terdakwa Taufik mengondisikan jawaban para peserta PPDS dalam penyelidikan yang dilakukan Kemenkes.
“Ada inisiatif terdakwa sebagai kaprodi mengumpulkan peserta PPDS Angkatan 77 dan mengondisikan jawaban yang akan disampaikan,” kata Pamor dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Djohan Arifin tersebut.
Dalam sidang itu juga diputar rekaman tentang upaya pengondisian yang dilakukan terdakwa dalam persidangan.
Beberapa arahan yang disampaikan terdakwa Taufik di antaranya tentang upaya Kemenkes mendatangi Polda Jawa Tengah untuk memaksa penanganan perkara ini agar diarahkan pada perundungan.
Selain itu, terdakwa juga diduga menakut-nakuti para peserta PPDS Angkatan 77 yang menyatakan saksi bisa menjadi tersangka dalam perkara tersebut.
Para peserta PPDS diminta untuk menggunakan hak diam saat diklarifikasi oleh Kemenkes serta menyatakan bahwa telepon selulernya sudah diganti.
Pamor juga menjelaskan tentang hasil investigasi soal penyebab kematian dr Aulia Risma Lestari, peserta PPDS Undip Semarang yang diduga meninggal akibat bunuh diri.
Ia mengungkapkan bahwa Aulia menjadi korban perundungan selama mengikuti program PPDS Anestesi di RSUP Dr Kariadi, Semarang. Pelaku perundungan adalah senior korban, yaitu dr Zara Yupita Azra (ZYA), yang kini juga telah duduk di kursi terdakwa.
“Dr Zahra sebagai kakak pembimbing banyak berinteraksi dengan Aulia. Zahra memang ada kata-kata verbal (perundungan) terhadap almarhum,” katanya.
Perundungan yang diterima almarhumah antara lain terkait kewajiban menyediakan makanan untuk senior, yang dilakukan di luar konteks akademik.
Dalam sidang itu, Pamor juga membeberkan adanya praktik pungutan liar terhadap para peserta program.
“Iuran angkatan antara Rp 60 juta sampai Rp 80 juta per mahasiswa. Itu di luar biaya pendidikan yang diamanatkan dan tidak sesuai instruksi Kementerian Kesehatan,” tegasnya.
Sebelumnya, Kaprodi Anestesiologi FK Undip Taufik Eko Nugroho didakwa melakukan pungutan liar (pungli) terhadap mahasiswa PPDS pada kurun waktu 2018 hingga 2023.
Selain Taufik, staf administrasi Prodi Anestesiologi Sri Maryani dan residen senior PPDS Undip Zara Yupita Azra juga diadili dalam perkara dugaan pemerasan atau pemaksaan tersebut.
Pengungkapan kasus ini berawal dari kematian salah seorang peserta PPDS Undip Semarang Aulia Risma Lestari yang diduga bunuh diri pada 2024. Aulia diduga mengakhiri hidupnya usai mengalami tekanan berat akibat praktik perundungan dan pungli selama mengikuti pendidikan spesialis.
HT