Channel9.id, Jakarta – Pemerintah Indonesia kembali meninjau kelayakan proyek kilang minyak raksasa di Tuban, Jawa Timur, menyusul lonjakan nilai investasi dan dinamika geopolitik yang melibatkan mitra asal Rusia, Rosneft. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengonfirmasi bahwa evaluasi menyeluruh tengah dilakukan terhadap proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban.
“Setelah dihitung ulang antara investasi dan nilai keekonomiannya, masih perlu dilakukan review lebih dalam,” ujar Bahlil dalam Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 di Lemhannas RI, Selasa (24/6/2025).
Proyek yang dicanangkan sebagai bagian dari program strategis nasional ini awalnya ditaksir menelan biaya sebesar US$13,5 miliar (sekitar Rp205 triliun). Namun kini, estimasi nilai investasi melonjak drastis menjadi US$23 miliar, atau setara Rp377 triliun berdasarkan kurs terkini.
Lonjakan biaya ini menjadi pertimbangan utama pemerintah dalam mengambil keputusan lanjutan. Di sisi lain, keterlibatan Rosneft—perusahaan migas Rusia—ikut menambah kompleksitas proyek, mengingat Negeri Beruang Merah masih menghadapi sanksi dari negara-negara Barat akibat konflik bersenjata di Ukraina.
“Investasinya besar, sementara kita juga harus mempertimbangkan kondisi global dan potensi risiko jangka panjangnya,” jelas Bahlil.
Sementara itu, Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Adityawarman, memastikan pihaknya masih bekerja sama dengan Rosneft dan proyek GRR Tuban masih berjalan pada tahap Final Investment Decision (FID).
“FID Rosneft ditargetkan rampung pada kuartal IV/2025,” ujarnya.
Padahal, keputusan investasi akhir ini semula dijadwalkan selesai pada kuartal I/2024, namun tertunda seiring dengan berbagai tantangan teknis dan non-teknis. Saat ini, KPI juga tengah memproses tahapan engineering, procurement, and construction (EPC), fase penting dalam pembangunan fasilitas kilang.
Proyek Kilang Tuban sejatinya digadang-gadang menjadi penopang kemandirian energi nasional. Namun, pembengkakan biaya, ketidakpastian geopolitik, dan evaluasi keekonomian menjadi tantangan nyata bagi kelanjutan proyek ini.
Pemerintah disebut tidak ingin gegabah. “Ini proyek jangka panjang yang harus benar-benar matang secara perencanaan dan investasi,” tandas Bahlil.