Channel9.id, Jakarta – Di tengah gelombang pembatasan perdagangan yang diberlakukan sejumlah negara, ekspor baja China tetap menunjukkan performa impresif. Sepanjang kuartal II/2025, pengiriman baja olahan Negeri Tirai Bambu meningkat 11% secara tahunan (year-on-year/yoy), dengan volume mencapai 30,7 juta ton pada periode April–Juni.
Mengutip Bloomberg, Senin (14/7/2025), lonjakan ekspor tersebut sebagian besar berasal dari produk baja jadi yang digunakan dalam industri otomotif dan peralatan rumah tangga. Sepanjang semester I/2025, total ekspor baja China meningkat 9% yoy, menunjukkan daya tahan sektor ini di tengah tekanan eksternal.
Analis Macquarie Group, termasuk Florence Sun, menyatakan bahwa produsen baja China berhasil mempertahankan momentum ekspor dengan mengalihkan fokus pada produk yang belum terkena pembatasan serta menjajaki pasar alternatif. “Meski pasar domestik lesu akibat lemahnya sektor properti, ekspor baja China justru melampaui ekspektasi,” tulis mereka dalam riset terbaru.
Ekspor yang tinggi turut menjaga volume produksi tahunan China tetap berada di atas 1 miliar ton, kendati permintaan dalam negeri melemah. Hingga saat ini, belum ada sinyal kuat dari pemerintah China untuk mengurangi kapasitas produksi secara besar-besaran.
Namun, ekspansi ekspor ini memicu reaksi proteksionis dari berbagai negara. Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump telah memberlakukan tarif impor baja hingga 50%. Kebijakan serupa diambil oleh Uni Eropa, India, dan Vietnam, termasuk tindakan antidumping yang menekan impor baja canai panas dari China.
Kendati begitu, ekspor China tetap tumbuh melalui produk-produk yang belum terkena tarif. Permintaan dari kawasan Asia Tenggara—terutama Indonesia—dan Timur Tengah, seperti Arab Saudi, tercatat mengalami peningkatan.
Menariknya, ekspor baja setengah jadi, yang dikategorikan terpisah, mengalami lonjakan tajam hingga 300% dalam lima bulan pertama 2025. Menurut Kallanish Commodities Ltd., total ekspor baja China—termasuk produk setengah jadi—diperkirakan mencapai 125 juta ton tahun ini, naik 7% dari 2024.
Sementara Macquarie memperkirakan potensi penurunan ekspor neto baru akan terjadi pada 2026, Kallanish menilai bahwa berbagai langkah pembatasan perdagangan sejauh ini belum efektif.
“Tahun 2025 menjadi bukti bahwa berbagai kebijakan pertahanan dagang sejauh ini tidak banyak menghalangi laju ekspor baja China,” tulis Kallanish dalam laporan risetnya.