Channel9.id – Jakarta. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) periode 2002–2007, Sofian Effendi, resmi menarik seluruh pernyataannya terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan tersebut sebelumnya disampaikan dalam sebuah wawancara yang tayang di kanal YouTube Langkah Update pada 16 Juli 2025.
Sofian menyatakan telah mencabut semua pernyataannya dalam video tersebut. Ia juga meminta agar video wawancara tersebut dihapus dari peredaran.
“Saya menarik semua pernyataan saya di dalam video tersebut dan memohon agar wawancara dalam kanal YouTube tersebut ditarik dari peredaran,” ujar Sofian dalam pernyataan tertulis, dikutip Jumat (18/7/2025).
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa keterangan resmi dari Rektor UGM saat ini, Ova Emilia pada 11 Oktober 2022 mengenai keaslian ijazah Jokowi telah sesuai dengan bukti yang ada. Sofian menyatakan sikapnya ini sejalan dengan fakta yang tersedia di Universitas.
Sofian juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang sempat disebut dalam wawancaranya.
“Saya mohon maaf setulus-tulusnya kepada semua pihak yang saya sebutkan pada wawancara tersebut,” ucapnya.
Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar polemik terkait ijazah Presiden Joko Widodo dapat segera dihentikan. Menurutnya, wacana tersebut sudah semestinya diakhiri.
Adapun polemik ini mencuat setelah Sofian Effendi dalam sebuah wawancara di kanal YouTube membuat pernyataan mengejutkan. Ia menyebut bahwa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tidak pernah lulus dari Fakultas Kehutanan UGM dan bahkan mengklaim ijazah yang digunakan adalah palsu.
Sofian juga menyebut Jokowi bukanlah mahasiswa berprestasi seperti yang disampaikan beberapa orang. Ia mengungkapkan, nilai Jokowi di semester awal kuliah di Fakultas Kehutanan, bahkan tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1.
Menurutnya, transkip nilai yang dipampang oleh Bareskrim Polri beberapa waktu lalu adalah nilai saat Jokowi mengambil program Sarjana Muda.
Pernyataan itu disampaikan Prof Sofian dalam sesi wawancara dengan Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar yang ditayangkan pada Rabu (16/7/2025), Sofian mengaku sudah mencari informasi dari rekan-rekannya pengampu di Fakultas Kehutanan.
Ia bercerita, Jokowi memang pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan UGM. Dia masuk pada tahun 1980.
“Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah,” kata Sofian.
Pada 1980, menurut Prof Sofian, Jokowi masuk UGM berbarengan dengan kerabatnya yang bernama Hari Mulyono. Menurutnya, ada perbedaan mendasar antara Jokowi dan Hari Mulyono.
Hari Mulyono, saat itu, dikenal sebagai mahasiswa yang cerdas dan aktif di berbagai organisasi. Secara akademik, nilai Hari Mulyono cukup menjanjikan.
Berbeda dengan Jokowi, menurut Sofian, di dua tahun kuliahnya, nilainya buruk
“Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai,” terang Prof Sofian.
Transkip nilai di dua tahun pertama itulah yang ditampilkan oleh Bareskrim Polri dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.
“Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda,” katanya.
Menurutnya, tidak mungkin seorang mahasiswa sarjana muda bisa melanjutkan ke jenjang S1 ketika nilainya tidak memenuhi syarat.
Maka, dia pun heran ketika beredar skripsi Jokowi yang seolah-olah dibuat untuk memenuhi syarat untuk lulus S1.
“Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya prof Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong,” ungkapnya.
HT