Channel9.id-Jakarta. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan kesiapannya untuk bertemu dengan Iran dalam beberapa minggu ke depan. Pertemuan AS dan Iran diyakini akan membawa perubahan yang berarti terkait konflik kedua negara yang sedang bergejolak.
“Jika situasinya benar, saya pasti akan setuju untuk itu,” kata Trump pada konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam acara puncak KTT G-7 di Biarritz, Senin (26/8).
Macron mengatakan pihaknya siap memfasilitasi pertemuan tatap muka pertama antara Presiden AS dan Presiden Iran Hassan Rouhani. Pemimpin Prancis berusia 41 tahun itu mengatakan bahwa syarat untuk pertemuan antara Trump dan Hassan Rouhani dalam beberapa minggu ke depan telah direncanakan melalui diplomasi dan konsultasi intensif.
Trump juga yakin bahwa Rouhani akan mendukung pertemuan tersebut. “Saya pikir dia juga ingin bertemu. Saya pikir Iran ingin menyelesaikan situasi ini,” tambahnya.
Sebelumnya, secara mengejutkan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyambangi pertemuan puncak G7 pada Minggu (25/8) lalu. Zarif bertemu dengan Presiden Perancis Emmanuel Macron di kantor walikota Biarritz, yang berada di seberang jalan gedung tempat pertemuan para pemimpin G7.
Dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi pemerintah, Senin (27/8), Rouhani tampaknya menerima gagasan untuk membuka pembicaraan dengan Washington.
“Saya percaya bahwa untuk kepentingan nasional negara kita, kita harus menggunakan cara apa pun,” kata Rouhani.
Namun, kelompok garis keras di Iran mengkritik inisiatif itu. Surat kabar ultra-konservatif Kayhan mengatakan bahwa cara tersebut ‘tidak patut’ dan menyiratkan ‘pesan kelemahan dan keputusasaan’.
Kedua presiden itu dijadwalkan akan berada di New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB pada akhir September. Acara itu dapat menjadi panggung bagi pembicaraan tersebut.
Apabila pertemuan kedua pemimpin itu terwujud, maka akan menjadi pertemuan pertama antara pemimpin AS dan Iran, setelah hubungan kedua negara memburuk selama beberapa dekade.
Diketahui, pada tahun 2018 secara sepihak Trump menarik diri dari perjanjian internasional 2015 yang membatasi kegiatan nuklir Teheran dengan imbalan perdagangan, investasi, dan bantuan sanksi. Trump menuding kesepakatan itu hanya menutup-nutupi program militer nuklir rahasia Iran.
Para pengamat memandang hal tersebut telah meningkatkan risiko konflik di Timur Tengah antara Amerika Serikat dan Iran.