Channel9.id – Jakarta. Seorang warga negara Indonesia, Paulus Kaet Oki, terluka akibat tembakan aparat Unidade De Patrulhamento Da Fronteira (UPF) Timor Leste di Tapal 36, Dusun Nino, Desa Imbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT). Insiden terjadi saat terjadi bentrokan antara warga dengan aparat Timor Leste terkait pembangunan pilar batas negara yang dipersoalkan.
Peristiwa tersebut berlangsung pada Senin (25/8/2025) sekitar pukul 09.00 WITA. Sebanyak 24 warga Dusun Nino terlibat bentrok dengan tujuh personel UPF yang bersenjata laras panjang.
Kepala Sub Seksi Pengelolaan Informasi Dokumentasi Media (PIDM) Humas Polres TTU, Ipda Markus Wilco Mitang, mengatakan bentrokan berawal ketika warga berusaha menghentikan pembangunan pilar batas negara oleh pihak Timor Leste. Menurutnya, aksi itu memicu ketegangan di sekitar perbatasan.
Setelah itu, warga Timor Leste yang diminta pergi melaporkan kejadian tersebut kepada aparat UPF. Sekitar pukul 09.00 WITA, tujuh personel UPF bersenjata laras panjang datang ke lokasi dan melepaskan tembakan ke arah warga Indonesia.
Sebanyak 24 warga kemudian melawan dengan menggunakan parang dan melempar batu. Berdasarkan keterangan saksi, terdengar sekitar delapan kali tembakan.
“Akibatnya, seorang warga bernama Paulus Kaet Oki mengalami luka tembak tembus pada bahu kanan,” kata Markus, Selasa (26/8/2025).
Korban telah dievakuasi ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan. Polisi menyebut situasi sudah kondusif, meski penyelidikan terkait insiden penembakan masih berlangsung.
Pada pukul 16.10 WITA, situasi berhasil dikendalikan sehingga seluruh personel gabungan meninggalkan lokasi.
“Sebanyak 24 warga Indonesia yang terlibat dalam kejadian tersebut kemudian dimintai keterangan oleh Polres TTU untuk penyelidikan lebih lanjut,” ujarnya.
Sementara itu, pejabat Badan Pengelola Perbatasan Daerah, Marcel Sara, menjelaskan lokasi pilar yang disengketakan dulunya merupakan batas administratif Provinsi NTT dengan Timor Timur saat masih menjadi bagian dari NKRI.
Setelah kemerdekaan Timor Leste pada 2005, kedua negara menyepakati batas negara berdasarkan garis demarkasi peninggalan Portugis-Belanda. Kesepakatan itu menjadi dasar pembangunan pilar oleh pihak Timor Leste.
Namun, warga setempat menolak karena mengklaim lahan tersebut sebagai hak ulayat yang telah mereka kelola selama bertahun-tahun.
Lebih lanjut, terdapat sekitar 12,56 hektar lahan milik warga Indonesia yang berpotensi terdampak apabila pilar batas dipindahkan sesuai titik koordinat kesepakatan RI-RDTL.
HT