Channel9.id, Jakarta – Parlemen Thailand akhirnya menunjuk Anutin Charnvirakul sebagai perdana menteri menggantikan Paetongtarn Shinawatra yang dicopot Mahkamah Konstitusi. Dengan keputusan ini, Anutin tercatat sebagai perdana menteri ketiga Thailand sejak 2023.
Dalam pemungutan suara pada Kamis (4/9/2025), Anutin yang kini berusia 58 tahun memperoleh setidaknya 273 suara di majelis rendah, jauh melampaui ambang batas 247 suara. Rivalnya, Chaikasem Nitisiri, kandidat dari blok politik yang dipimpin keluarga Shinawatra, hanya mengantongi 132 suara. Dukungan krusial datang dari Partai Rakyat (People’s Party) yang berhaluan pro-demokrasi. Namun, dukungan itu diberikan dengan syarat Anutin segera menggelar pemilu dalam beberapa bulan mendatang.
Anutin menggantikan Paetongtarn, putri bungsu mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra, yang dicopot karena pelanggaran etika. Situasi politik kian panas setelah Thaksin sendiri kembali meninggalkan Thailand menuju Dubai dengan alasan medis, hanya beberapa hari sebelum menghadapi sidang yang bisa membuatnya kembali dipenjara. Kondisi ini menambah ketidakpastian atas masa depan dinasti politik Shinawatra yang telah mendominasi Thailand selama puluhan tahun.
Meski berhasil menduduki kursi perdana menteri, Anutin diperkirakan hanya memimpin koalisi minoritas yang beranggotakan partai-partai pro-establishment. Kesepakatannya dengan Partai Rakyat mewajibkan pembubaran parlemen dalam waktu empat bulan setelah ia dilantik, sekaligus membuka jalan menuju pemilu baru. Menurut analis politik Peter Mumford dari Eurasia Group, hasil pemungutan suara ini mungkin meredam risiko pemilu kilat tahun ini, tetapi dinamika politik Thailand diperkirakan tetap bergolak, terutama ketika Anutin mencoba memperluas basis koalisi.
Tugas besar menanti Anutin. Ia harus menghadapi perekonomian yang sedang melambat akibat ketegangan dagang antara Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump dengan mitra globalnya, serta sengketa perbatasan dengan Kamboja. Pertumbuhan ekonomi Thailand tahun ini diperkirakan hanya sekitar 2 persen, jauh tertinggal dari Indonesia dan Filipina yang tumbuh dua kali lebih tinggi.
Bukan sosok baru di kancah politik, Anutin pernah menjabat menteri di berbagai kabinet, mulai dari era Thaksin Shinawatra hingga junta militer Prayuth Chan-Ocha, serta pemerintahan Paetongtarn. Selama hampir satu dekade ia dikenal sebagai “kingmaker” berkat jaringan bisnis yang luas dan basis dukungan kuat di tingkat provinsi. Latar belakangnya sebagai mantan eksekutif di perusahaan keluarga, Sino-Thai Engineering & Construction (kini Stecon Group Pcl), juga membuatnya dipandang ramah bisnis dan berpotensi meredakan kekhawatiran investor.
Meski indeks saham Thailand sempat rebound 19 persen dari titik terendah pada Juni, pasar modal negara itu masih tercatat paling buruk di Asia sepanjang 2025. Investor asing mencatat arus keluar bersih senilai US$2,5 miliar, meski baht justru menguat hampir 6 persen terhadap dolar AS.
Sejarah panjang instabilitas politik Thailand juga menambah keraguan, sebab perdana menteri kerap dijatuhkan oleh militer maupun keputusan pengadilan. Paetongtarn sendiri menjadi pemimpin kelima dari keluarga Shinawatra yang digulingkan Mahkamah Konstitusi.
Kenaikan Anutin menandai babak baru politik Thailand, setahun setelah Partai Pheu Thai membuat kesepakatan berbagi kekuasaan dengan kubu konservatif, yang memungkinkan Thaksin pulang dari pengasingan setelah 15 tahun. Meski sempat divonis delapan tahun penjara, hukuman Thaksin dipangkas menjadi satu tahun. Ia kemudian dibebaskan bersyarat awal 2025 setelah enam bulan menjalani perawatan di rumah sakit. Pada 9 September mendatang, pengadilan dijadwalkan memutuskan apakah masa rawat inap tersebut akan dihitung sebagai bagian dari masa tahanannya.