Channel9.id, Jakarta – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali melontarkan desakan keras kepada negara-negara Eropa agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya Washington memperketat tekanan ekonomi terhadap Presiden Vladimir Putin terkait perang Ukraina yang belum berakhir.
“Orang Eropa masih membeli minyak dari Rusia, seharusnya tidak terjadi, bukan?” ujar Trump dalam pidato makan malam di Mount Vernon, Virginia, dikutip Bloomberg, Senin (22/9/2025).
Trump juga meminta Matt Whitaker, Duta Besar AS untuk NATO, memperkuat tekanannya terhadap Eropa. “Mereka harus berhenti membeli minyak dari Rusia, Matt. Dia tidak akan membiarkan hal ini terus terjadi lebih lama,” tambahnya.
Trump menilai konflik Ukraina dapat segera mereda jika harga minyak ditekan lebih jauh. Ia menegaskan, upaya menekan Moskow melalui jalur ekonomi tidak akan efektif bila sekutu Eropa tetap menjadi pembeli energi dari Rusia.
Pekan lalu, usai bertemu Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Trump kembali menyampaikan kesiapan meningkatkan tekanan terhadap Rusia. Namun ia menegaskan tidak akan mengambil langkah lebih jauh apabila Eropa masih membuka pasar energi bagi Moskow.
Sejak invasi Rusia pada 2022, sebagian besar negara Uni Eropa (UE) memang telah menghentikan impor minyak mentah Rusia. Meski demikian, sebagian kecil pasokan masih mengalir ke Eropa Timur. Beberapa negara juga tetap membeli solar dari India dan Turki, yang diketahui mengolah minyak Rusia sebelum dijual kembali.
UE telah menjadwalkan larangan impor produk minyak olahan Rusia mulai berlaku tahun depan, serta merencanakan pelarangan impor gas alam cair (LNG) Rusia pada 2027. Namun, Hungaria dan Slovakia yang bergantung pada pipa Druzhba masih menjadi pengecualian.
Menurut Komisi Eropa, impor minyak Rusia kini hanya mencakup sekitar 3% dari total kebutuhan UE, turun drastis dari 27% sebelum perang dimulai. Meski angka ini relatif kecil, Trump menilai penghentian penuh masih diperlukan untuk memberikan tekanan maksimal terhadap Putin.