Channel9.id, Jakarta – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menegaskan pentingnya stabilitas pasokan energi dalam menjaga kepercayaan investor, di tengah mencuatnya isu kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal BKPM Nurul Ichwan mengatakan bahwa pasar investasi sangat sensitif terhadap isu publik yang menyangkut sektor strategis, termasuk energi. Menurutnya, persepsi investor dapat berubah cepat ketika muncul ketidakpastian pasokan atau regulasi yang belum jelas.
“Biasanya publik dan pasar bereaksi terhadap informasi yang beredar, baik yang sudah terverifikasi maupun belum. Namun begitu situasinya sudah transparan dan ada keseimbangan antara pemerintah, BUMN, dan swasta, dampaknya terhadap investasi akan lebih terukur,” ujar Nurul di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Ia menambahkan, meskipun gejolak pasokan BBM bisa menimbulkan reaksi pasar jangka pendek, dampaknya terhadap investasi langsung (foreign direct investment/FDI) diperkirakan tidak signifikan. Sebab, investor jangka panjang cenderung menunggu kejelasan kebijakan sebelum mengambil keputusan.
“Investor masih menanti hasil akhir dari dinamika ini. Untuk pasar modal mungkin efeknya cepat terasa, tapi untuk FDI biasanya lebih stabil,” ujarnya.
Sebelumnya, kelangkaan BBM di SPBU swasta terjadi sejak akhir Agustus 2025 dan memunculkan spekulasi mengenai stabilitas pasokan serta persaingan usaha di sektor hilir. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian meminta operator swasta membeli base fuel dari Pertamina, mengingat perusahaan pelat merah tersebut masih memiliki kuota impor BBM yang belum terserap.
Kuota impor BBM bagi SPBU swasta sendiri telah ditingkatkan sebesar 10% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadikan total kuota tahun ini mencapai 110% dari realisasi 2024. Namun, sebagian operator swasta belum sepakat dengan skema pembelian base fuel Pertamina yang mengandung 3,5% etanol, sehingga distribusi BBM belum sepenuhnya normal.
Nurul menegaskan bahwa koordinasi lintas sektor menjadi kunci agar dinamika seperti ini tidak menimbulkan persepsi negatif terhadap iklim investasi Indonesia.
“Stabilitas sektor energi sangat menentukan kepercayaan investor. Yang penting sekarang adalah memperkuat koordinasi dan memastikan keterbukaan informasi,” pungkasnya.