WARALABA ASING
Ekbis

Serbuan Merek China dan Korea, Pengusaha F&B Lokal Harus Siap Bersaing

Channel9.id, Jakarta – Gelombang masuknya merek waralaba asing dari China dan Korea Selatan makin deras ke Indonesia, menandai semakin ketatnya persaingan di industri makanan dan minuman (F&B). Di tengah arus ekspansi tersebut, pelaku lokal dituntut untuk berinovasi agar tidak sekadar menjadi penonton di pasar sendiri.

Ketua Umum Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Ginting Supit, mengatakan bahwa sektor F&B masih menjadi incaran utama bagi pelaku franchise internasional yang ingin memperluas pasar ke Tanah Air.

“Banyak yang mau ekspansi ke Indonesia, terutama dari China dan Korea, karena mereka melihat pasar Indonesia masih sangat potensial untuk produk mereka,” ujar Levita usai acara Franchise & License Expo Indonesia (FLEI) Business Show di NICE PIK 2, Tangerang, Senin (13/10/2025).

Menurut Levita, daya beli masyarakat terhadap produk baru dan terjangkau menjadi daya tarik utama bagi merek asing. “Orang Indonesia senang mencoba hal baru, apalagi kalau dari luar negeri dan harganya pas di kantong,” jelasnya.

Ia menambahkan, sektor makanan dan minuman masih menjadi tulang punggung industri waralaba, karena kebutuhan konsumsi tetap menjadi prioritas utama masyarakat, bahkan ketika ekonomi melambat.

Selain itu, pertumbuhan model bisnis waralaba kini juga didorong oleh pengusaha muda yang memilih sistem franchise karena risikonya lebih rendah dibanding membangun bisnis dari nol. “Sekarang banyak pilihan franchise dengan modal kecil. Ini yang membuat minat masyarakat makin besar,” kata Levita.

Meski tren ekspansi positif, Levita menyoroti tantangan ekonomi makro yang sedang dihadapi, termasuk pengetatan belanja pemerintah yang bisa mempengaruhi daya beli. Namun, ia menilai pelaku franchise di Indonesia cukup tangguh karena terbiasa beradaptasi.

“Pemerintah sedang menahan anggaran, tentu jadi tantangan. Tapi kita harus mencari cara agar tetap jalan, misalnya dengan efisiensi dan inovasi,” ujarnya.

Menurutnya, kunci bertahan di tengah tekanan biaya adalah kreativitas dalam strategi harga dan produk. Banyak pelaku franchise memilih untuk tidak menaikkan harga jual, meskipun biaya bahan baku meningkat. Beberapa juga menawarkan paket hemat atau menu bundling agar tetap diminati konsumen.

“Bisnis franchise itu dasarnya kreativitas. Selalu ada cara untuk bertahan di situasi sulit,” pungkasnya.

Fenomena ekspansi franchise asing ini menjadi peringatan sekaligus peluang bagi pelaku usaha lokal untuk meningkatkan standar layanan, kualitas produk, dan strategi pemasaran agar tetap kompetitif di pasar domestik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2  +  8  =