Joko Anwar Interpretasi Ulang Cerita Rakyat di Film ‘Legenda Kelam Malin Kundang’
Lifestyle & Sport

Joko Anwar Interpretasi Ulang Cerita Rakyat di Film ‘Legenda Kelam Malin Kundang’

Channel9.id-Jakarta. Cerita rakyat yang hidup di tengah masyarakat, tampaknya bisa berubah seiring mengikuti perkembangan zaman. Demikian dengan Joko Anwar bersama Come and See Pictures kembali menghadirkan proyek terbaru bertajuk ‘Legenda Kelam Malin Kundang’. Sebuah lagu bergenre thriller yang menawarkan sudut pandang baru terhadap salah satu cerita rakyat paling populer di Indonesia.

Film garapan Kevin Rahardjo dan Rafki Hidayat ini mencoba membaca ulang legenda Malin Kundang lewat pendekatan yang lebih kelam dan emosional, menyoroti tema trauma lintas generasi.

Produksi film ini digarap oleh Come and See Pictures bersama Rapi Films dan Legacy Pictures, sementara Barunson E&A bertindak sebagai world sales agent.

Yang menarik, alih-alih mengangkat secara langsung cerita rakyat Malin Kundang, Joko Anwar melakukan interpretasi ulang dan menghadirkannya dalam genre thriller-misteri.

Legenda Kelam Malin Kundang mengajak penonton menebak identitas dan hubungan sebenarnya antara Alif dan keluarganya. Ketegangannya bukan hanya dari alur penuh teka-teki, tetapi juga dari tema besar mengenai trauma lintas generasi.

Produser, penulis, dan editor film ini, Joko Anwar, menegaskan bahwa film tersebut membuka ruang diskusi tentang hubungan keluarga.

“Hubungan antar generasi orangtua dan anak adalah hal yang paling relevan saat ini untuk kita bicarakan, dalam sebuah negara, kualitas Masyarakat ditentukan dari level unit terkecil, keluarga.,” kata Joko Anwar pada press screening dan press conference Jakarta, Senin (17/11/2025)

Joko Anwar juga menyoroti bagaimana generasi sekarang masih menanggung warisan masa lalu.

“Kita semua sedang berhadapan dengan trauma yang diwariskan dari generasi sebelumnya. Film ini menjadi pintu masuk untuk bisa mengingatkan bahwa terkadang kita harus melihat masalah kita sebagai individu sebagai kemungkinan bagian dari masalah yang ada dalam tatanan generasi sehingga ada generational gap,” lanjutnya.

Keberadaan para pemain turut menambah daya tarik film ini, mulai dari Rio Dewanto, Faradina Mufti, Vonny Anggraini, Jordan Omar, Sulthan Hamonangan, hingga Nova Eliza, Gambit Saifullah, dan Tony Merle.

Dengan atmosfer yang intens dan penyajian visual khas rumah produksi tersebut, film ini diharapkan memberi pengalaman berbeda bagi penonton dalam melihat kembali legenda Malin Kundang.

Film ini menjadi debut film panjang duo sineas muda, Rafki Hidayat dan Kevin Rahardjo, yang dipercaya Joko Anwar menggarap proyek dengan standar tinggi khas Come and See Pictures. Bagi keduanya, itu adalah tantangan besar sekaligus kesempatan untuk menunjukkan kemampuan terbaik.

“Come and See Pictures telah memproduksi film-film yang dicintai penonton. Untuk itu, kami harus menjaga level tersebut,” ungkap Rafki Hidayat. Tekanan itu mereka jawab dengan perencanaan matang dan komunikasi yang efektif bersama kru berpengalaman yang sebelumnya juga mengerjakan beberapa karya Joko.

Kevin Rahardjo menambahkan bahwa sejak awal mereka telah membangun konsep secara detail untuk memastikan proses syuting berjalan lancar.

“Sejak awal kami sudah merencanakan film ini dengan matang, kami membuat videoboard yang juga ini akan memudahkan saat proses syuting,” ujar Kevin Rahardjo.

Ia juga menegaskan bagaimana diskusi teknis dilakukan untuk menjaga kualitas.

“dalam proses menggarap film ini, dan menyutradarai berdua dengan Rafki, kami banyak berdiskusi baik itu teknis seperti treatment hingga shot agar prosesnya berjalan lancar. Kami ingin Legenda Malin Kundang menjadi film yang terbaik, bekerja sama dengan Come and See Pictures dan Joko Anwar tentu kami ingin tetap memberikan standar kualitas yang bagus,” tambahnya.

Sebagai pemeran utama, Rio Dewanto mengaku proses kolaborasinya bersama dua sutradara berjalan mulus dan memiliki arah kreatif yang jelas.

Ia menyebut bahwa sejak awal, tim sudah memiliki pemahaman yang sama mengenai kisah Alif, seorang seniman yang kembali ke kampung halamannya setelah bertahun-tahun pergi. Perjalanan pulang itu kemudian membuka kembali hubungan yang rumit antara dirinya, sang ibu, dan keluarga yang selama ini ia tinggalkan.

Rio menyoroti bahwa karakter Alif tidak hanya dibangun melalui konflik keluarganya, tetapi juga lewat profesinya sebagai seniman micro painting yang punya kedalaman simbolis dalam cerita.

“Profesi micro painter ini dihadirkan bukan hanya sebagai latar belakang, tetapi juga sebagai refleksi dari cara Alif memandang dunia dengan detail, sabar, dan penuh lapisan makna. Ini akan menjadi bagian dari teka-teki yang bisa penonton temukan sepanjang film,” pungkas Rio Dewanto.

Kontributor: Akhmad Sekhu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

15  +    =  17