Nusron soal sengketa lahan JK-Lippo
Ekbis

Lippo Group vs Kalla Group: Pertarungan Legalitas Lahan yang Kini Diawasi Ketat ATR/BPN

Channel9.id, Jakarta. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai menata ulang persoalan pertanahan yang selama ini kerap memicu konflik dan membuka celah praktik mafia tanah. Salah satu kasus yang kini mendapat perhatian khusus adalah sengketa lahan antara PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. (GMTD) dan PT Hadji Kalla.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memastikan telah memulai legal due diligence menyeluruh untuk menguji keabsahan hak kedua pihak. Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan langkah ini penting untuk memastikan negara memiliki dasar yang kuat sebelum mengambil keputusan.

“Kami sedang melakukan legal due diligence untuk melihat siapa yang proses hukumnya paling benar. Tidak mungkin dua-duanya benar dalam objek lahan yang sama,” ujar Nusron di Kompleks Parlemen, Senin (24/11/2025).

Meski belum mengambil keputusan final, Nusron memberi sinyal bahwa pihak yang lebih dulu memiliki hak atas tanah umumnya memiliki posisi hukum lebih kuat.

“Yang duluan punya hak biasanya 70% benar. Dalam kasus ini, hak PT Hadji Kalla tercatat telah diperpanjang pada 2016 dan berlaku sampai 2036,” ujarnya.

Di sisi lain, GMTD—afiliasi Lippo Group—menyatakan memiliki izin dan legalitas kuat, termasuk:

SK Gubernur Sulsel tahun 1991 dan 1995 soal peruntukan lahan kawasan wisata, Sertifikat SHM dan SHGB yang telah diperbarui, Empat putusan inkracht (2002–2007), Eksekusi PN Makassar 3 November 2025, Dokumen PKKPR per 15 Oktober 2025.

Presiden Direktur GMTD Ali Said menyebut seluruh dokumen tersebut sah dan tidak pernah berhasil dibantah.

“Semua dokumen itu tidak pernah dibantah karena memang tidak dapat dibantah,” ujarnya dalam rilis resmi.

GMTD meminta semua pihak berhenti menyebarkan narasi yang dianggap mengaburkan fakta hukum.

Pihak Kalla: Dasar GMTD Sudah Tidak Berlaku

Juru bicara Jusuf Kalla (JK), Husain Abdullah, balik menegaskan bahwa dasar penguasaan lahan oleh GMTD justru tidak lagi relevan.

SK Gubernur 1991 yang menjadi dasar GMTD, kata Husain, telah dicabut pada 1998, sekaligus mengubah tujuan awal yang seharusnya untuk kawasan pariwisata.

“SK tersebut tidak boleh dipakai untuk pengembangan real estate. Itu melanggar semangat yang ditekankan Presiden Prabowo, yaitu menolak praktik serakahnomics,” tegasnya.

Chief Legal & Sustainability Officer Kalla Group Subhan Djaya Mappaturung menambahkan, sengketa ini menimbulkan kejanggalan karena permohonan eksekusi GMTD justru berasal dari perkara yang tidak melibatkan Kalla Group.

“Kami membeli tanah dari ahli waris asli. Sertifikat kami tidak pernah digugat, tetapi tiba-tiba lahan itu mau dieksekusi,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

54  +    =  56