Nasional

Prabowo Targetkan 2.500 SPPG di Papua Beroperasi pada HUT RI 2026

Channel9.id – Jakarta. Presiden Prabowo Subianto menugaskan Badan Gizi Nasional (BGN) mengoperasikan 2.500 Satuan Pelayanan Pengamanan Gizi (SPPG) di Papua pada peringatan HUT ke-81 RI, 17 Agustus 2026. Penugasan itu disampaikan sebagai bagian dari percepatan layanan gizi di wilayah paling timur Indonesia.

Hal itu disampaikan Prabowo saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (KEPP-OKP) di Istana Negara, Selasa (16/12/2025). Dalam forum itu, Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan target Papua memiliki 2.500 SPPG pada Maret 2026, dengan sekitar 1.400 unit berada di wilayah terpencil.

Prabowo menyambut rencana tersebut sekaligus mengingatkan tantangan geografis Papua yang berpotensi menimbulkan keterlambatan. Meski demikian, ia berharap seluruh SPPG dapat berfungsi penuh paling lambat lima bulan setelah target Maret 2026.

“Yang jelas, kita berharap 17 Agustus 2026 untuk Papua semua 2.500 SPPG sudah berfungsi. Kepala BGN punya rencana Maret sangat bagus, tapi kita berharap 17 Agustus semua SPPG untuk Papua harus sudah bekerja dan sudah berproduksi,” ujar Prabowo dalam arahannya kepada kepala daerah se-Papua dan KEPP-OKP di Istana Negara, Selasa.
Pernyataan tersebut menegaskan tenggat operasional penuh yang diminta Presiden untuk seluruh SPPG di Papua.

Saat ini, jumlah SPPG di Papua masih jauh di bawah target. Menurut Dadan, total terdapat 179 SPPG yang tersebar di enam provinsi, dengan sebaran terbanyak di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Dadan menyatakan optimisme target dapat tercapai seiring tingginya minat investor membangun SPPG di Papua. Seluruh fasilitas itu diproyeksikan melayani sekitar 750 ribu penerima manfaat.

Namun, kebutuhan anggaran operasional SPPG di Papua diperkirakan jauh lebih besar dibandingkan di Pulau Jawa. Peningkatan biaya terutama dipengaruhi oleh faktor logistik dan harga bahan pangan.

“750 ribu (penerima manfaat) kalau di Jawa kan (anggarannya) Rp7,5 triliun, jadi untuk di Papua kemungkinan akan mencapai sekitar Rp25 triliun,” tuturnya.
Dadan menekankan perbedaan biaya tersebut sebagai konsekuensi kondisi geografis dan distribusi di Papua.

HT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

20  +    =  29