Nasional

Harapan Baru Warga Gunung Kidul

Channel9.id-Jogjakarta. Pantai Wediombo adalah salah satu tempat destinasi wisata di Gunung Kidul dan termasuk dalam Cagar Alam Dunia UNESCO Gunung Sewu.

Meski beberapa hari langit Jogjakarta mendung pada awal September 2019, tapi itu tidak terjadi di Kabupaten Gunug Kidul. Langit daerah yang terkenal gersang dan salah satu daerah termiskin di Pulau Jawa ini sangat terik. Bahkan, temperatur udara dalam telepon genggam menunjukkan 38 derajat celcius.

“Kalau kemana-mana kita harus pakai topi dan sediakan air biar tidak dehidrasi,” kata Supriyono (48), Jepitu. Meski memberi nasihat agar memakai topi, kondektur bus Wonosari-Jepitu tidak memakai topi. Keringat yang membasahi dahinya hanya sesekali diseka dengan handuk kecil berwarna biru kecokelatan karena debu.

“Jepitu, Jepitu, Gunung Kidul angkut!” pekiknya keras. Lelaki berkulit hitam dan berkumis tebal ini menceritakan, kondisi Gunung Kidul kali ini sebenarnya sudah lebih baik dari tiga tahun lalu. Menurutnya, hal yang membuat keadaan membaik itu adalah jalan raya yang sudah diperbaiki dan dibangun lagi.

“Dulu warga Gunung Kidul malu untuk mengakui kalau asalnya itu Gunung Kidul. Mereka akan mengaku orang Wonosari. Padahal, Wonosari—Gunung Kidul itu jauhnya minta ampun, ha-ha-ha,” jelasnya sambil tertawa.

Sekarang, sambung bapak tiga orang anak ini, warga Gunung Kidul sudah bangga dengan daerahnya, karena akibat infrastruktur yang diperbaiki, warga dapat membuka akses ke pantai-pantai yang ada di Gunung Kidul. “Pantai-pantai di sini banyak dan bagus-bagus. Belum banyak terjamah karena akses menuju pantai itu dulu sangat sulit,” katanya.

Supriyono menceritakan bahwa dirinya pernah dimintai untuk menjadi supir rental dari Jogja ke Gunung Kidul. Tetapi, ia bilang tak kuat kalau terus ke Gunung Kidul. Sebab, jalannya curam, rusak, dan masih banyak yang berbatu. “Sekali dari Jogja ke Gunung Kidul bisa 5 jam. Pinggang dan bokong saya bisa encok kalau begitu terus,” selorohnya.

Akhirnya, sambungnya, dirinya memutuskan untuk menjadi kondektur bus sejak 2014, meski sebelumnya pernah bekerja serabutan di Jogja dan Klaten.

Tiba-tiba.

“Ngiiiiiiik,” suara bus melakukan pengereman mendadak.

Kepanikan terjadi di dalam bus. Ibu-ibu mengelus dada. Beberapa anak ketakutan dan mengela napas panjang. Sedangkan, beberapa bapak mengumpat, “Asu!”

“Wah itu tadi anak remaja nyelip, hampir menabrak. Dasar bocah ora waras!” maki Supriyono. Hal itu, cerita Supri, belakangan sering terjadi kecelakaan karena motor yang suka menyelip.

Setelah 45 menit di dalam bus dan melewati pemandangan bukit-bukit gersang yang hanya ditumbuhi sedikit pohon. Saya pun tiba di dekat pantai Wedi Ombo, Gunung Kidul. Tetapi, masih memerlukan jalan kaki sekitar 20 menit ke arah pantai.

Setibanya di muka pantai, pengunjung dikenakan tarif Rp.5000/orang, tak ada pembedaan turis asing atau lokal. Sedangkan, untuk parkir Rp.5.000/mobil dan Rp.3.000/motor. Sepanjang jalan menuju pantai, berjajar kios souvenir, makanan, dan alat-alat snorkeling.

Perempuan paruh baya dengan rambut ikal dan menggunakan toping caping diberikan amanat oleh warga untuk mengatur parkir dan kios. “Sudah tiga tahun ini mulai ramai pengunjung. Alhamdulilah pemerintah juga bantu,” ujar Sumiyati (43).

“Teruuus mas, ke kiri sedikit. Setooop!” celotehnya memarkiran mobil.

“Bayar di depan (langsung), mas,” katanya ke pengendara mobil.

Karena ini terjadi di hari selasa (10/9), pantai sepi pengunjung. Pantauan Channel9.id hanya terdapat lima mobil sejak Pukul 09.00—13.00 WIB. “Alhamdulillah, tetap disyukuri,” ujarnya.

Sumiyati menceritakan sebelum adanya perbaikan akses, geliat ekonomi warga Gunung Kidul hanya sebatas nelayan, pedagang, dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Sumiyati merupakan salah satu mantan TKI yang bekerja di Taiwan.

“Penghasilannya sih lumayan besar menjadi TKI, tapi biaya hidup di sana juga besar. Jadi, yang ditransfer ke kampung juga kecil,” Sumiyati yang menjadi TKI selama tiga tahun dari 2012—2015.

Ia menceritakan, pendapatan warga bisa mencapai Rp.2juta/ hari di musim libur sekolah dan tahun baru. Tapi, kalau sedang tidak musim libur, nominal Rp.2juta hanya bisa diraih dalam satu bulan. “Meski begitu, warga sungguh terbantu. Anak-anak juga ada yang dimasuki tempat les Bahasa Inggris untuk menjadi pemandu kalau ada turis asing,” katanya.

Wediombo merupakan sebuah pantai yang berada di Desa Jepitu, Girisubo, Gung Kidul, berjarak 80 km dari Kota Yogyakarta. Pantai tersebut meliputi sebuah teluk yang dikelilingi pegunungan batu karang dan pasir putih. Di tengah laut, batu karang nampak menonjol. Tempat tersebut juga dipakai untuk selancar. Ketinggian ombak dapat mencapai 3-4 meter. Wediombo masuk salah satu dari 13 tempat yang masuk Cagar Alam Dunia UNESCO Gunung Sewu.

Sayangnya di pantai wedi ombo belum tersedia penginapan, losmen, homestay, guesthouse ataupun hotel. Jadi bagi para wisatawan yang ingin menginap bisa menginap di penginapan terdekat yaitu di pantai Indrayanti yang berjarak belasan kilometer. Atau jika ingin menikmati pengalaman yang berbeda bisa camping di pantai wedi ombo.

“Ya kami ingin ada pembangunan hotel atau semacamnya, tapi tetap di kelola warga. Kalau tidak dikelola warga, nanti kami Cuma jadi penonton saja. Kami enggak mau itu,” kata Sumiyati. “Pantai ini ada harapan kami, sebisa mungkin kami menjaga harapan kami untuk terus hidup,” pungkasnya.

(VRU)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1  +    =  8