Channel9.id-Jakarta. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menindak 422 kasus jasa titip (jastip) selama 2019 di Bandara Soekarno-Hatta. Dari kasus jastip tersebut, uang negara yang berhasil diselamatkan dari jastip sebesar Rp4 miliar.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan para pelaku jastip telah melakukan pelanggaran dengan tidak memenuhi administrasi yakni membayar bea masuk, PPN, PPh, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM), dan persyaratan barang impor lainnya.
Ia menjelaskan, dari ratusan kasus pelanggaran jastip tersebut, mayoritas penerbangan berasal dari Bangkok, Singapura, Hong Kong, Guangzhou, Abu Dhabi dan Australia.
“Sebanyak 75 persen kasus jasa titipan didominasi oleh barang berupa pakaian, kosmetik, tas, sepatu, dan barang-barang yang bernilai tinggi,” kata Heru di kantornya, Jakarta, Jumat (27/9).
Modus yang kerap digunakan para pelaku dikenal dengan istilah splitting. Cara ini masih dipakai untuk mengakali batas nilai pembebasan sebesar 500 dolar AS per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
“Motifnya utk menghindari bea masuk dan pajak impor. Satu koper yang dibawa berisi tiga tas, tiga pasang sepatu, lima pakaian, tiga iPhone dan ada cincin atau kalung,” bebernya.
Selain itu, metode lain yang juga sering dilakukan para pelaku jasa titipan adalah dengan menggunakan kurir dan melalui barang kiriman. Dalam hal ditemukan pelanggaran oleh petugas Bea Cukai, maka batas nilai pembebasan tidak berlaku.
Pelaku jasa titipan juga diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Jika pelaku jasa titipan ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), maka petugas akan meminta untuk membuat NPWP agar datanya dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Ia melanjutkan, modus lain yang acap kali digunakan adalah memanfaatkan de minimis value barang kiriman yaitu dengan cara memecah barang kiriman menjadi beberapa pengiriman dan di bawah de minimis value dalam hari yang sama yang jumlahnya sangat ekstrem.
“Pemerintah harus berikan level playing field dengan pengusaha yang sudah mengikuti prosedur dari persaingan usaha yang tidak fair seperti ini,” tutur dia.
“Sekali lagi, ini (penertiban jastip) adalah upaya perlindungan bagi pengusaha yang patuh membayar pajak,” pungkasnya.