Channel9.id-Jakarta. Seorang penyintas Ebola di Congo, Arlette Kavugho dinyatakan dokter telah bebas dari Ebola dan keluar dari karantina pada Maret lalu. Namun masalah ternyata tidak berhenti sampai disitu.
Pada saat ibu enam orang anak ini kembali ke lingkungan asalnya di Butembo, ia kembali bekerja sebagai penjahit. Meski dokter menjamin Arlette tak lagi mengidap Ebola, namun para pelanggannya tetap merasa ketakutan bakal tertular.
Arlette akhirnya menemukan pekerjaan barunya sebagai pengasuh anak-anak yang diduga terjangkit Ebola. Hingga kini, dia belum menemukan kuburan anak perempuannya yang berusia 19 tahun dan cucunya yang berusia dua bulan. Keduanya meninggal akibat Ebola pada saat Arlette dirawat. Mereka dimakamkan untuk menghindari kontaminasi lebih lanjut.
“Saya mencoba untuk menemukan tanggal yang mungkin bertepatan dengan kematian mereka, tapi saya selalu kembali dengan tangan hampa,” ujar perempuan berusia 40 tahun itu sebagaimana dikutip Reuters.

Bulan ini, lebih dari 1.000 orang dinyatakan bebas dari Ebola yang telah melanda Congo Timur selama 14 bulan terakhir. Dengan bantuan obat-obatan baru yang terbukti efektif melawan virus jika diberikan lebih awal. Diketahui, Ebola adalah penyakit kedua paling mematikan.
Lebih dari 3.200 orang diketahui terinfeksi virus yang telah menewaskan 2.100 orang di wilayah itu sejak wabah diumumkan.
Para penyintas, menamakan diri mereka “les vainqueurs” –dalam bahasa Perancis yang berarti para pemenang, masih terus berjuang untuk kembali ke kehidupan mereka sebelumnya karena takut akan kembali terjangkit. Ditambah lagi dengan dampak jangka panjang kesehatan seperti pandangan kabur, sakit kepala, dan juga stigma yang diberikan oleh anggota keluarga dan lingkunannya.
Vianey Kombi, 31, dulunya seorang guru matematika saat divonis terjangkit Ebola akhir November tahun lalu. Seperti juga Kavugho, dia harus menerima kenyataan sulitnya kembali ke kehidupan semula dan akhirnya sekarang menjadi perawat untuk pasien Ebola.
“Menyakitkan saat berjalan melewati sekolah dimana saya dulu mengajar, dan anak-anak yang mengenali saya mulai berteriak sambil menunjuk pada saya: Ebola, Ebola,” ujar Kombi.

“Kami juga dituduh menerima uang untuk mengaku terjangkit Ebola. Tuduhan yang sangat menyakitkan saat komunitas kita menperlakukan kita seperti koruptor setelah kita sakit parah,” keluhnya.
Tuduhan seperti ini adalah hal biasa terjadi di timur Congo, dimana banyak dari penduduk melihat wabah sebagai penghasil uang dari pemerintah atau organisasi luar.
“Saya pernah dituduh menerima uang untuk membawa orang dari komunitas saya ke pusat perawatan, membunuh mereka dengan virus, lalu menjual organ tubuhnya ke luar negeri,” ujar Moise Vaghemi, penyintas Ebola.
Ketidakpercayaan dan serangan bersenjata melawan staf kesehatan memperlambat usaha untuk memberantas wabah. Meski demikian, pejabat kesehatan mengatakan para penyintas memainkan peranan penting dalam komunitas mereka dengan menunjukkan wabah Ebola dapat diatasi.