Channel9.id-Jakarta. Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi, mengatakan Kementerian melakukan pemantauan pemanfaatan penggunaan dana desa yang digelontorkan oleh Kementerian. “Jumlah desa yang digelontorkan oleh Kementerian Keuangan itulah yang kami pantau,” kata dia, Jumat, 8 November 2019. Penjelasan Budi itu berkaitan dengan isu desa fiktif yang belakangan ramai diperbincangkan masyarakat.
Selama ini, kata Budi, Dana desa yang digelontorkan ke desa tidak mengalami permasalahan dalam hal pemanfaatannya. Dana desa, yang diterima oleh desa telah dimanfaatkan dengan baik sesuai aturan, meskipun masih terdapat desa yang perlu bimbingan dalam hal pemanfaatannya.
Dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan pada 2019 tercatat sebanyak 74.954 desa sebesar Rp 70 Triliun. Jumlah itu meningkat dari tahun 2018 yakni sebanyak 74.910 desa dengan kucuran anggaran Rp 60 Triliun.
Sejak digelontorkannya dana desa sejak 2015 hingga 2019 terdapat perbedaan jumlah desa yang tersebar sebagai penerima dana desa. Lima tahun lalu dana yang disalurkan sebesar Rp 20,67 triliun untuk 74.093 desa, jumlah dana meningkat menjadi Rp 46,98 triliun untuk 74,754 desa, dana pada 2017 jumlah dana yang disalurkan melonjak menjadi sebesar Rp 60 triliun untuk 74.910 desa.
Persoalan desa hantu, menurut Budi, tertuju pada konsistensi antara kode resmi dari Kementerian Dalam Negeri dengan pencairan dana desa di lapangan. Desa hantu menjadi masalah jika sampai dana desa cair, padahal tidak ada rekening kas desa yang asli. Untuk memastikannya, Kementerian Desa memiliki aplikasi untuk mendeteksi jumlah desa yang mencairkan dana desa, juga laporan pencairan pada tingkat kabupaten/kota.
Budi mencontohkan yang terjadi di Kabupaten Konawe. Pada 2015 dan 2016 melaporkan 100 persen desa cair. Namun, dari 241 desa tersebut, ada Desa Ulu Meraka, Kecamatan Lambuya yang tidak mendapatkan dana desa. “Inilah yang disinyalir desa hantu selama ini,” kata dia.
