Nasional

Pesan Penyelenggara Pemilu, Pilkada Asimetris Tidak Untuk 2020

Channel9.id-Jakarta. Sebagai Profesor sudah tentu banyak membaca dan sebagai mantan Kapolda dan Kapolri, Menteri Dalam Negeri HM Tito Karnavian tentu merasakan sendiri efek negatif dari Pilkada langsung Simetris di beberapa daerah, karena itulah Menteri Dalam Negeri antusias dengan model Pilkada Asimetris.

Hal ini disampaikan oleh Peneliti LIPI Dr. Sri Nuryanti, seusai setelah diskusi Pemilihan Kepala Daerah 2020 yang diselenggarakan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, di Jakarta Selasa (17/12/19). “Mendagri memiliki animo yang cukup besar untuk Pilkada Asimetris,” ujar Sri Nuryanti.

Dalam diskusi yang dihadiri oleh Dirjen Otonomi Daerah Dr. Akmal Malik, Dr. Indria Samego dari LIPI, Dr. Satya Arinanto, Akademisi Dr Leo Agustino dll. Menurut Leo Agustino dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, terkait Pilkada Asimetris terkait beberapa faktor, antara lain faktor kemampuan daerah, geografi daerah, dan aspek pengaturannya.

Diskusi yang berlangsung di kantor Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, menurut Sri Nuryanti, pihak Kementerian Dalam Negeri lebih banyak mendengar masukan dari para ahli tersebut. Sedangkan LIPI yang sudah pernah melakukan pengkajian khusus tentang Pilkada Asimetris dan memberi rekomendasinya di tahun 2015 lalu.

Mengapa ada rekomendasi LIPI terkait Pilkada Asimetris? Menurut Sri Nuryanti, LIPI ini terkait dengan kemampuan anggaran daerah di mana Pilkada menjadi beban APBD. Karena itulah butuh potret sisi lain tentang anggaran Pilkada.

Selain persoalan anggaran, juga terkait dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masing-masing daerah tidak merata, ada daerah dengan IPM tinggi ada juga daerah dengan IPM rendah. Selain itu juga ada dinamika politik lokal yang sering terkait dengan aspek keamanan, sehingga memang ada kerisauan dengan model Pilkada Simetris. “Kalau umat Islam menyampaikan ada banyak mudharatnya,” ujar Sri Nuryanti.

Ada beberapa daerah yang memang karena secara Undang-undang dimungkinkan Pilkada Asimetris, seperti di Jakarta, DI Yogyakarta, Aceh dan Papua, maka Sri Nuryanti mengusulkan jika pada Pilkada perlu ada penambahan persyaratan di luar syarat normatif yang sudah ditentukan.

“Syarat normatif calon kepala daerah ‘kan disebutkan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan seterusnya, pendidikan minimal setingkat SMA. Maka perlu syarat lain, seperti keahlian tertentu. Misalnya keahliaan calon di bidang perencanaan kota, kemampuan di bidang good governance, bidang bidang manajemen keuangan dll. Keahlian ini secara linear memiliki interkonektivitas dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dan pencegahan korupsi,” papar Sri Nuryanti.

Dalam diskusi tersebut, beragam masukan juga disampaikan terkait aspek penyelenggaraan Pilkada yang menjadi domain dari Kementerian Dalam Negeri. Seperti single identity dengan penggunaan NIK yang mendapatkan jaminan tidak ada lagi DPT ganda, penggunaan E-KTP yang dimasa lalu masih ada masalah dengan tidak adanya blanko, “Tadi sempat disampaikan dan ada jaminan dari Kementerian Dalam Negeri,” ujar Sri Nuryanti.

Menurut Sri Nuryanti, dari aspek penyelenggara seperti KPUD, kelembagaannya semakin ada perbaikan signifikan. Walaupun ia tetap menyampaikan jangan ada penyalahgunaan atau kasus-kasus di dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 yang pentahapannya sekarang ini sudah memasuki pembentukan KPPS, PPS, PPK, dan PPDP (Panitia Pemutakhiran Data Pemilih).

Sekaligus menyampaikan pesan dari para penyelenggara, agar tidak ada desain perubahan Pilkada untuk 2020 di saat proses pentahapan Pilkada sedang berlangsung. “Pilkada Asimetris, terkait perubahan UU Pemilu, perubahan Undang-undang jangan sampai terjadi pada saat proses pentahapan sedang berlangsung, ini pesan dari para penyelenggara pemilu,” katanya.

Edy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  +  5  =  8