Hukum

Pakar Hukum Pidana: Polisi Harus Perkecil Kasus Salah Tangkap

Channel9.id-Jakarta. Kasus salah tangkap mahasiswa Halimi Fadjri terjadi di Yogyakarta. Mahasiswa dari sebuah kampus swasta di kota Gudeg ini mengaku babak belur saat ditangkap oknum polisi.

Halimi Fadjri 19 tahun, mahasiswa perguruan tinggi swasta, pada Rabu pekan lalu ditangkap oknum aparat yang mengaku dari Polresta Yogyakarta. Saat kejadian, korban sedang berada di warung saat didatangi aparat berpakaian preman yang mengaku dari Polresta Yogyakarta.

“Tanpa menunjukkan surat penangkapan saya langsung dibawa,” ujar Halimi saat ditemui wartawan di rumahnya di Jalan Tridarma Yogyakarta. Atas kejadian tersebut, Halimi mengalami babak belur dan oleh keluarganya sudah dilaporkan ke Polda DIY.

Pakar Hukum Pidana Dr Azmi Syahputra, SH, MH., mengatakan kasus salah tangkap terhadap salah satu mahasiswa  HF  di Yogyakarta yang dalam pengakuannya korban dianiaya dalam pemeriksaannya bahkan diduga  tidak diperiksa di kantor polisi, menunjukkan ada penyimpangan prosedur dan  mengabaikan landasan hukum, ujar Azmi.

Menurut Azmi Syahputra, kejadian salah tangkap  atau menangkap orang yang bukan pelaku kejahatan, bukan kali ini saja dilakukan oleh oknum kepolisian, merujuk data lembaga Kontras pada tahun lalu dalam satu tahun bisa terjadi 51 kali kasus salah tangkap, bahkan ada juga korban salah tangkap yang sampai  meninggal dunia.

“Ini harus menjadi evaluasi bersama dan  total bagi kepolisian dalam mewujudkan polisi promoter  (profesional, modern dan terpercaya),” katanya di Jakarta Kamis (2/1/20).

Untuk menangkap seseorang tersebut Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana (Pasal 17 KUHAP) sudah memberikan syarat termasuk Perkapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip standard  HAM  dalam penyelenggaraan tugas kepolisian.

Azmi melanjutkan, ada juga Perkapolri   Nomor 14 Tahun 2012  tentang Managemen Penyelidikan Tindak Pidana  (vide pasal 33 Jo Pasal 37). Ada syarat yang harus terpenuhi yaitu  harus ada surat perintah, ada bukti permulaan yang cukup, hanya dilakukan pada yang betul-betul (di duga keras) melakukan tindak pidana dan  tidak boleh dilakukan dengan sewenang wenang, ujar Ketua Program Studi Fakultas Hukum Universitas Bung Karno Jakarta ini.

Ini syarat, wajib menjadi pedoman, mekanisme,tata cara prosedur itu  norma jadi harus ditaati dalam proses penyelidikan atau penyidikan di lapangan oleh petugas kepolisian, ujar Azmi.

Korban salah tangkap ini selalu terjadi akibat data informasi yang masih minim, keterangan yang tidak seimbang dan cenderung keterangan diperoleh dari saksi -saksi yang dalam pemeriksaannya diduga terjadi tekanan fisik. Menurut Azmi, dengan menaati prosedur baku anggota polisi di lapangan akan terhindar dari kejadian salah tangkap, katanya.

Edy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

26  +    =  32