Channel9.id-Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan perihal
kajian penggabungan program jaminan sosial PT Asabri dan PT Taspen ke BPJS
Ketenagakerjaan.
“Sudah ada Jamsostek, Askes, Taspen, Asbari. Jadi, Pemerintah juga merasa
ini kan tidak bisa tiba-tiba dihapuskan. Supaya mereka bergabung, dikasih 2029
sebagai deadline penggabungan,” ucap Deputi Pencegahan KPK
Pahala Nainggolan saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 5 Februari 2020.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), Asabri dan Taspen harus melebur ke BPJS Ketenagakerjaan dengan
target waktu penggabungan paling lambat 2029.
“Yang tenaga kerja jadi masalah karena sudah ada Taspen, sudah ada
Jamsostek, sudah ada Asabri, dan semua ada pasalnya masing-masing. Jadi, Taspen
buat pegawai negeri, Asabri buat TNI/Polri, Jamsostek buat non-PNS. Dalam
perjalanannya ke 2029 ini, KPK melakukan kajian dan rasanya kebijakannya belum
berjalan,” kata Pahala.
Selanjutnya, kata dia, pada November 2019, KPK mengirimkan surat ke Presiden
Joko Widodo soal proses penggabungan tersebut. “Pertama, amanat UU 2004
Sistem Jaminan Sosial bilang 2029 yang ketenagakerjaan harus bergabung, jadi
satu lembaga atau entah jadi berapa pokoknya harus bergabung,” ujar Pahala.
Dia menyebutkan ada sembilan kriteria penggabungan. “Tetapi kami lihatnya tiga saja. Pertama nirlaba, iurannya wajib, ketiga hasil dari pengembangannya harus kembali lagi ke dia sendiri. Jadi, tidak boleh ada yang ngambil dari bentuk dividen atau apapun namanya,” kata Pahala.
Selanjutnya dalam surat itu, juga disinggung soal lembaga yang ditunjuk memimpin penggabungan itu. “Kami melihat di surat ke Presiden bilang bahwa kami belum melihat siapa lembaga yang ditunjuk untuk memimpin penggabungan. Yang kedua kami minta ada roadmap yang jelas karena dulu dibuat roadmap tetapi tidak dilakukan, yang buat dulu Kemenko PMK,” tuturnya.
Namun, kata Pahala, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Tahun 2015 yang menyebutkan Taspen dan Asabri tetap mengelola jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut selain BPJS Ketenagakerjaan. Dalam peraturan pemerintah tersebut menyebutkan Taspen mengelola dana PNS dan Asabri mengelola asuransi TNI/Polri. “Jadi akhirnya sekarang ada tiga pengelola.”
Pahala mengatakan pengelolaan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) atau honorer yang jumlahnya mencapai 3 juta orang. Dari jumlah itu sebanyak 2 juta orang dikelola melalui BPJS TK. “Sisanya Taspen tetapi buat daerah dia ragu bayar (premi) kemana,” ujarnya.
Salah satu daerah yang kebingungan menyangkut premi asuransi tersebut adalag Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. BPJS TK dan Taspen masing-masing mengeluarkan surat yang menyatakan sebagai pihak berwenang mengelola dana asuransi tenaga kerja non-ASN. “Jadi, kabupatennya nanya saya, nih harusnya bayarnya ke mana, sama MA dijawab ke Taspen. Itu jadi dasar buat Taspen. Jadi, berebut keduanya.”