Channel9.id-Jakarta. Sebagaimana telah diketahui, banyak sekolah di dunia yang ditutup selama pandemi virus corona (SARS-CoV-2). Demikian pula di Australia.
Lala Fridani, Dosen Universitas Negeri Jakarta dan Team Centre for Empowerment and Research di Australia, mengungkapkan bahwa sekolah di Australia turut memanfaatkan teknologi untuk menunjang belajar online. Adapun aplikasi yang dimanfaatkan di antaranya Google Classroom, Zoom, Gmail, dan lain-lain.
Ia mengaku bersyukur bahwa masyarakat di Australia mematuhi imbauan pemerintahnya untuk tetap di rumah. “Bergantung karakter masyarakatnya juga, dan ini pun ditunjang sistem,” sambungnya.
Namun, perihal belajar online, para penunjang pembelajaran kerap menghadapi tantangan. Salah satu yang menjadi tantangan ialah pihak sekolah, dalam hal ini guru, mesti menyosialisasikan kepada orang tua terkait penggunaan aplikasi tersebut.
“Sekali sosialisasi, guru bisa memakan waktu 30 menit per 3 orang tua. Secara psikologis membikin guru dan orang tua juga sibuk,” ujar perempuan yang menetap di Victoria, Australia ini saat di acara Webinar Internasional Pendidikan bertajuk “Praktik Baik Pengelolaan Pendidikan di Tiga Negara Pada Masa Pandemik Covid-19” via Zoom, Kamis (14/5).
Ia mengatakan tahu betul perihal situasi di Victoria lantaran anak-anaknya sedang menempuh pendidikan di kota ini.
Ia pun menyadari tantangan lain, yaitu setiap orang tua akan disibukkan dengan anaknya, selain mengurus pekerjaan hingga rumah tangga. “Ketika anak belajar online dan membutuhkan bimbingan orang tua, fokus orang tua terbagi,” lanjut Lara.
Dalam hal ini, kata Lara, guru berusaha meyakinkan bahwa tugas membimbing anak adalah tugas bersama. Karenanya, orang tua jangan panik.
Jika di satu rumah ada satu laptop, namun ada lebih dari satu anak yang jejang pendidikan dan jadwal sekolahnya berbeda, orang tua bisa mengonsultasikannya ke sekolah. “Saya tahu karena anak saya sekolah di sini. Orang tua bisa konsultasi ke sekolah, kemudian nanti dicari cara yang terbaik agar tidak mempersulit siswa. Karena di level sekolah dasar, dalam sehari itu bisa menggunakan 3-4 kali online,” terang Lara.
Lebih lanjut, Lara menjelaskan agenda sekolah dasar umunya di Victoria. Belajar online dimulai pukul 9 pagi dengan berolahraga. “Di sini lagi musim gugur, jadi dingin. Jadi mengatur suhu tubuh itu dinilai perlu. Misalnya guru meminta siswa menunjukkan sesuatu secara online. Ini ada di pelajaran living and non living things. Anak diminta mencari pot bunga, nanti anak lari kebelakang, lalu lari lagi menuju depan kamera untuk menunjukkan ke gurunya,” jelasnya.
Lalu mulai lagi pukul 11 dan selesai sekitar pukul 11.30. Kemudian dilanjut pukul 14.00. “Setiap minggu sore, biasanya ada social time. Nanti kami nonton film bersama dan film pun sesuai keinginan si anak,” sambungnya.
Bagi Lara, pembelajaran sekolah dasar di tempatnya tidak serumit yang ada di Indonesia. “Saya berdasarkan cerita teman saya. Dia bilang di Indonesia ada yang cerita rumit banget,” katanya.
(LH)