Channel9.id-Jakarta. Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI) sependapat dengan Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) yang disampaikan beberapa hari lalu, bahwa hambatan dalam pengembangan panasbumi lebih disebabkan oleh ketidakpastian regulasi. Sehingga target investasi panasbumi sulit tercapai, khususnya berkenaan dengan harga jual listrik.
Menurut ADPPI berkenaan dengan regulasi yang terus berubah-ubah, mengakibatkan regulasi bukannya memberikan penataan dalam mengusahaan panasbumi, malah menjadi salah satu bagian resiko dalam pengusahaan.
“Investasinya (PLTP) saja berjangka panjang (25-50 Tahun), regulasinya malah berjangka pendek, UU Panasbumi saja usianya 13 tahun. Tahun 2003 terbit UU Nomor 27, tahun 2014 dirubah (UU Nomor 21). Begitu pula dengan tarif listrik, yang menurut UU telah diatur, malah tidak dilaksanakan, dan membuat aturan baru yang skemanya bertolak belakang dengan UU Nomor 21 Tahun 2014,” tutur Ketua Umum ADPPI, Hasanuddin, Senin (08/06).
Menurut dia, “Tidak hanya pada pengusahaan panasbumi untuk pemanfaatan tidak langsung (PLTP), juga dengan pemanfaatan langsung (Wisata, dlsb). Peraturan Pemerintahnya saja hingga saat ini belum terbit, sebagaimana diamanatkan UU, kini malah akan dihapus melalui UU Ciptaker,” katanya.
Selain itu, lanjut Hasanuddin, berdasarkan UU 21 Tahun 2014 tentang Panasbumi dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten/kota. Kini, menurutnya, renacananya akan diambil alih oleh pemerintah pusat.
“Padahal pada pemanfataan ini, peran pemerintah daerah justru sangat membantu dalam penyelenggaraannya, karena tidak mungkin pemerintah pusat dapat menyelenggarakan pengusahaannya secara operasional,” pungkasnya.
Hasanuddin selaku perwakilan ADPPI menduga bahwa ketidakpastian ini sengaja dibuat, untuk menghambat pertumbuhan pemanfaatan energi pansbumi sebagai energi terbarukan, dengan tetap mempertahankan sumber energi fosil atau tak terbarukan. (IG)