Hot Topic

Komisi X DPR: PPDB Seperti Penyakit Kronis, Nadiem Harus Pantau Prosesnya

Channel9.id- Jakarta. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sejumlah daerah kembali ricuh. Komisi X DPR menyatakan, Kemendikbud seharusnya menyosialisasikan PPDB sejak jauh hari guna minimalisir potensi protes.

“Kericuhan PPDB seolah menjadi cerita lama yang terus berulang setiap tahun. Kemendikbud bersama Dinas Pendidikan di Provinsi maupun Kabupaten/Kota harusnya menyosialisasikan skema PPDB sejak jauh hari sehingga meminimalisasi potensi protes dari calon siswa maupun wali murid,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Rabu (24/6).

Huda pun mendesak Mendikbud Nadiem Makarim turun langsung memantau proses PPDB tersebut. Menurut Huda, berbagai protes di DKI Jakarta, Malang, maupun Bogor bisa jadi hanya puncak gunung es terkait polemik PPDB 2020.

Dengan turun langsung, Huda berharap menemukan fakta di lapangan yang akan memberikan sudut pandang berbeda dalam proses evaluasi PPDB tahun ini.

“PPDB ini seperti penyakit kronis yang selalu kambuh di setiap awal tahun ajaran baru. Perlu perumusan kebijakan PPDB yang lebih komprehensif mulai dari proses sosialisasi, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi sehingga orang tua siswa merasa ada jaminan fairness dan transparan,” katanya.

Untuk diketahui sejumlah orang tua calon peserta didik di berbagai daerah melakukan protes terkait proses PPDB. Salah satunya di DKI Jakarta.

Mereka melakukan aksi unjuk rasa di Balai Kota untuk memprotes aturan kriteria usia yang dinilai lebih prioritas dibanding prestasi calon siswa. Protes serupa juga terjadi di Kota Bogor di mana orang tua protes atas ketidakjelasan kuota jalur prestasi.

Sedangkan di Malang aplikasi PPDB daring sempat down sehingga orang tua berbondong-bondong datang ke sekolah. Huda menjelaskan, daerah memang diberikan kewenangan untuk menentukan aturan PPDB berbasis zonasi agar lebih fleksibel. Kendati demikian otoritas daerah tersebut tetap mengacu pada kebijakan PPDB yang ditetapkan Kemendikbud.

“Bisa jadi aturan PPDB di satu daerah dengan daerah lain berbeda-beda karena Dinas Pendidikan melihat urgensi yang berbeda-beda sesuai kondisi wilayah masing-masing. Hanya saja perbedaan aturan ini harus dikawal dan disosialisikan sejak jauh hari sehingga tidak memicu kericuhan,” katanya.

Dia mengungkapkan, dalam setiap PPDB ada empat jalur yang bisa dipertimbangkan oleh pihak sekolah dalam menerima peserta didik baru. Keempat jalur tersebut adalah jalur domisili, jalur afirmasi, jalur perpindahan, dan jalur prestasi.

Kemendikbud sebenarnya telah memberikan patokan proporsi bagi setiap jalur tersebut, yakni jalur domisili diberikan proporsi 50 persen, jalur afirmasi 15 persen, jalur perpindahan 5 persen, dan jalur prestasi (0-30 persen).

“Harusnya aturan dari daerah tetap merujuk pada proporsi tersebut sehingga PPDB tetap dalam koridor aturan nasional meskipun tetap memperhatikan keragaman kondisi daerah,” katanya.

Huda pun berharap, tiap dinas pendidikan maupun sekolah memberikan ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi calon orang tua siswa yang belum memahami aturan PPDB. Terlebih saat ini hampir semua PPDB berbasis daring, sehingga memunculkan rasa kekhawatiran PPDB dimamfaatkan okum tertentu.

“Karena pandemi covid-19 semua PPDB dilakukan secara daring. Kondisi ini bisa jadi memicu kecurigaan para orang tua siswa ketika mereka tidak diberikan pemahaman mengenai aturan main penerimaan peserta didik baru secara komprehensif,” pungkasnya.

(HY)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7  +    =  16